Seminggu yang lalu saya dan teman-teman kantor yang tergabung dalam MountSea Adventour kembali melakukan pendakian untuk merefresh semangat kami disela-sela kesibukan kerja. Layaknya Komunitas Pendaki Kantoran (KPK) yang kami ikuti, maka perjalanan akan dimulai selepas kami bekerja. Walaupun sudah lelah tetapi mengingat kami akan mendaki maka perasaan senang dan bahagia saat itu mampu menutupi semua lelah yang terasa. Dan perjalananpun dimulai….
Pukul 17:00 WIB saya dan dua orang rekan saya yang bernama Hatifah dan Iqbal sudah berkumpul di Terminal Bis Baranang Siang. Tujuan kami kali ini adalah Gunung Cikuray di Kabupaten Garut. Dari terminal, kami naik bis menuju Lebak Bulus dengan ongkos sebesar Rp. 18.000,- per orang. Cuaca saat itu sedang hujan dan karena memang waktunya weekend maka jalur tol pun macet. Selama dua setengah jam penuh kami menghabiskan perjalanan dari Bogor menuju Lebak Bulus. Alhamdulillah hujan sudah reda ketika kami turun. Ada kejadian lucu, karena kami bertiga mengantuk ternyata Terminal Lebak Bulus yang hendak kami tuju sudah terlewat cukup jauh. Untunglah di tempat kami turun masih bisa menghadang Bis Primajasa yang akan mengantarkan kami ke Terminal Guntur Kabupaten Garut. Tak lama kami menunggu di sana karena bis yang dituju akhirnya datang, dengan membayar ongkos sebesar Rp. 52.000,- kami siap diantar menuju Terminal Guntur.
Asyakur Adventure, Terminal Guntur
Sepanjang perjalanan cuaca kembali hujan, saya tidak mengingat cukup banyak karena memang saya dan teman-teman memanfaatkan waktu untuk tidur di bis mengingat pagi harinya kami sudah melakukan pendakian. Sekitar pukul 02.00 kami sudah tiba di Terminal Guntur. Bagi teman-teman yang belum memiliki basecamp untuk beristirahat, teman-teman bisa beristirahat di mushola yang terletak di depan terminal. Nah, karena kami sudah join dengan team Asyakur Adventure yang akan membawa kami ke Gunung Cikuray, maka kami dapat beristirahat di basecampnya. Ternyata Kang Unang yang sejak awal menjadi Contact Person (CP) Asyakur Adventure sudah menunggu. Lokasi basecamp Asyakur sangat strategis, terletak di belakang Alfa Mart dan tak jauh dari jalan sehingga mudah ditemukan. Ketika kami masuk sudah ada beberapa pendaki lain yang lebih dulu tiba. O iya suami saya, Kang Yiyi, juga ikut pendakian ini dan dia sudah tiba lebih awal dengan mengendarai motor dari Cirebon. Kami segera beristirahat setelah bersih-bersih dan shalat karena pagi hari harus melakukan persiapan pendakian.
Sekitar pukul 05.00 kami kembali terbangun, badan sudah lebih segar. Di samping saya duduk ada beberapa pendaki yang sudah bersiap untuk berangkat. Sepertinya tujuan mereka bukan Gunung Cikuray, tetapi ke Gunung Papandayan. Asyakur Adventure memang melayani pendampingan pendakian untuk tiga gunung di Garut yaitu Paguci (Papandayan, Guntur, Cikuray) serta destinasi lainnya di Kabupaten Garut. Menjelang pukul 06.00 selepas briefing dengan Kang Ade yang akan menjadi guide tim kami, saya dan teman-teman bergegas sarapan dan menuju Pasar Guntur untuk belanja logistic yang akan kami bawa camping. Kebutuhan logistic yang kami beli diantaranya adalah: air minum (1500ml) sebanyak 6 botol, beras 1 kg, sayuran, bumbu dapur, ikan teri, sarden dan snack (cokelat, sosis, biscuit dll). Rencananya kami ingin membuat nasi liwet ketika camping di puncak Cikuray nanti.
Pukul 08.00 selepas doa bersama, kami mulai melakukan perjalanan pendakian via Dayeuh Manggung menuju pos pemancar yang merupakan pos pertama dengan menggunakan pick up. Ongkos ke pos pemancar menggunakan pick up sebesar Rp. 45.000,- per orang. Seperti yang sudah saya baca sebelumnya, jalur via Dayeuh Manggung menuju pos pemancar memang tidak terlalu bagus, jalurnya berupa jalanan berbatu menanjak melewati kebun teh yang merupakan milik PTPN VIII. Jangan ditanya bagaimana pemandangannya, sudah pasti sangat indah sekali padahal kami baru sampai di kaki Gunung Cikuray, apalagi kalau nanti sudah tiba di atas. Sebelum ke pos pemancar, kami berhenti dahulu di pos awal untuk membeli tiket dan mendaftar. Tiket masuk pendakian Gunung Cikuray hanya sebesar Rp. 10.000 per orang. Kami tak sabar ingin melanjutkan perjalanan. Di kiri-kanan jalan terlihat beberapa petugas kebun sedang memberikan pengarahan kepada petani teh, angin yang berhembus saat itu sangat sejuk dan aroma khas gunung mulai tercium. Tiba-tiba mobil pick up yang kami tumpangi tidak mampu menanjak lantaran terperosok pada bebatuan besar. Akhirnya saya dan Hatifah berjalan kaki menuju pos pemancar sementara teman-teman yang lain membantu mendorong mobil.
Rupanya pos pemancar ini berupa stasiun pemancar milik beberapa stasiun televisi di tanah air. Saya melihat di sana ada pemancar milik TVRI, ANTV dan SCTV. Sambil melihat pemandangan yang tersaji di atas pos pemancar, kami mulai mengisi perut dan beristirahat sejenak. Kami sudah tiba di pos pemancar pukul 09.00 WIB, jadi bila dihitung perjalanan dari Terminal Guntur hanya memakan waktu 1-1,5 jam saja, dan tepat pukul 10.00 tim kami yang dipimpin oleh Kang Ade mulai melakukan pendakian melalui jalur Dayeuh Manggung berupa hamparan kebun teh.
Tanjakan Cihuy dan Tanjakan Pesanan
Pada awal pendakian, kami sudah merasa kaget karena harus melalui tanjakan ekstrim yang menguras energy. Tanjakan ini dinamakan Tanjakan Cihuy oleh teman-teman pendaki. “Baru pertama aja udah ekstrim kaya gini, apalagi nanti semakin ke atas” begitu Iqbal anggota tim kami yang paling muda mengatakan. Sepanjang perjalanan, saya sering bertanya kepada Kang Ade, dimana sebenarnya pos 2. Kami heran tidak menemukan tanda nama pos seperti di Gunung Prau hingga akhirnya tiba di Pos 3. Di pos 3 ini ada tanda berupa tulisan kecil yang menempel pada pohon. Kami beristirahat sejenak sambil mengumpulkan energy melalui blitz booster (baca: foto-foto). Kami menyebutnya blitz booster karena setelah selfie dan wefie semangat dan tenaga kami secara ajaib muncul kembali. Sayangnya selepas pos 3 ini kami sudah jarang berfoto-foto ria lantaran hujan. Rain coat dan cover bag melindungi perjalanan kami saat itu.
Selama perjalanan saya bercanda sambil sedikit menyindir dengan berkata “masih ada gak yang lebih esktrim dari ini?” lantaran jalur yang kami lalui benar-benar berat. Kang Ade pun mengatakan bahwa tanjakan pesanan (jalur ekstrim) yang saya minta nanti masih banyak apalagi ketika menuju puncak. Trek melalui Dayeuh Manggung benar-benar esktrim, menurut Kang Ade trek Semeru saja masih kalah dengan Cikuray. Bagaimana tidak, sepanjang pendakian jalurnya terus menanjak dengan beberapa pijakan licin mencapai 45-90 derajat kemiringannya. Saya sampai mengatakan bahwa yang kami lakukan adalah climbing bukan hiking lantaran jalur yang tegak lurus. Tetapi teman-teman tidak usah khawatir karena akar-akar pohon yang cukup kuat dan besar dapat membantu kita melalui jalur yang ekstrim tersebut. Kang Ade mencoba menghibur kami bahwa tanjakan pesanan yang saya minta sudah ada di depan mata yang artinya pos 6 dan pos 7 sudah dekat.
Hampir Menyerah
Setibanya di pos 6 hari sudah semakin sore. Seingat saya kami tiba di pos 6 pukul 17.00. Kang Ade mengatakan agar kami beristirahat sejenak di sini sambil mendirikan bispak untuk mengisi perut yang kosong sejak siang sambil menghangatkan badan. Sambil menunggu Kang Ade, Kang Yiyi dan Iqbal mendirikan bipak, saya dan Hati menunaikan shalat ashar dan zhuhur yang sudah kami niat untuk di jamak di tengah-tengah hujan yang cukup deras. Kemudian kami melihat Kang Ade sudah selesai membuat susu putih untuk menghangatkan tubuh, tak lupa pula mie instant yang dibawa Iqbal juga turut serta menghangatkan tubuh kami saat itu. Sambil menyantap mie instant, Kang Ade menjelaskan tanda-tanda serangan Hypothermia. Dia mengatakan gejala awalnya adalah orang akan terlihat bingung dan ngaco apabila diajak bicara, kemudian apabila teman-temannya menggigil karena kedinginan yang merupakan tanda alami tubuh di tengah-tengah suhu dingin maka gejala Hypo adalah sebaliknya, dia tidak merasakan dingin seperti teman-temannya. Saya sedikit paranoid karena memang diantara teman-teman, hanya saya yang telapak tangannya cukup hangat, sayapun tidak menggigil seperti teman-teman lainnya. Baru setelah kami beranjak hendak berangkat kembali menuju puncak, saya mulai menggigil dan Alhamdulillah Hypothermia yang ditakuti tidak menyerang.
Perjalanan menuju pos 7 hingga puncak bukan lagi seperti trek sebelumnya. Seperti di Gunung Prau, semakin mendekati puncak maka treknya akan semakin ekstrim, berkali-kali kami melakukan langkah seperti layaknya orang melakukan aktivitas cimbing melewati ‘tanjakan pesanan’. Kami sempat tergoda untuk menyerah mendirikan tenda di pos bayangan lantaran banyak pendaki yang sudah mendirikan tenda di sana ditambah hujan semakin deras dan suasana mulai gelap. Tapi kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak karena jika kita mendirikan tenda di pos bayangan, lantai tanah sangat becek penuh dengan air hujan, tidur pasti tidak akan nyaman. Dan benar saja keputusan kami benar, karena 15 menit dari pos bayangan sudah bisa berdiri di atas puncak. Iqbal adalah orang yang pertama kali sadar bahwa kami sudah tiba di atas puncak Cikuray dengan melihat icon bangunan kotak yang berdiri tegak di sana. Saya dan Ati teriak-teriak kegirangan karena berhasil mendaki puncak impian kami.
Kemenangan Itu
Setibanya di puncak tepat pukul 18:45 saya dan Hatifah masih jejingkrakan di atas menyambut kemenangan kami. Kemenangan atas kalahnya sifat takut dan menyerah yang ada dalam diri kami. Saya berteriak “Atiiii itu liat di sana, subhanallah indah banget”. Hatifah teman saya juga Nampak kagum melihat hamparan landscape berupa daratan menyala di malam hari. Kami sadar dari lautan euphoria yang menghinggapi jiwa sampai Kang Ade memberikan perintah agar kami masuk terlebih dahulu ke bangunan kecil icon Cikuray.
Di dalam sudah ada dua orang pendaki yang sedang membuat wedang jahe susu. Mereka baik sekali karena langsung menawarkan minuman yang sudah mereka buat supaya kami tidak kedinginan. Kemudian tanpa dikomando banyak, kami segera mendirikan tenda satu per satu di tengah-tengah derasnya hujan di atas Puncak Gunung Cikuray. Mata saya sesekali menerawang mengelilingi pemandangan yang tersaji saat itu. Subhanallah pemandangan landscape malam itu sungguh indah, meskipun hujan ternyata kabut tidak menghalangi view yang tersaji saat itu. Tenda sudah berdiri kamipun berangsur-angsur masuk dan menghangatkan diri. Delapan jam empat puluh lima menit kami habiskan untuk menempuh perjalanan dari pos satu menuju Puncak Gunung Cikuray yang memiliki ketinggian 2821 mdpl. Alhamdulillah.
Gunung Cikuray yang Menawan
Pukul 04:30 di luar tenda sudah mulai ramai para pendaki yang sama-sama menginap di atas puncak. Bila dihitung sekitar ada 9 tenda yang berdiri di atas puncak. Karena Gunung Cikuray merupakan gunung yang mengerucut sempurna maka puncak Cikuray tidak terlalu luas sehingga hanya memungkinkan sedikit pendaki yang camping di sana. Selepas shalat saya dan Hatifah mulai keluar tenda. Suhu udara di atas sangat dingin, namun cuaca sangat cerah. Hamparan landscape itu masih terlihat jelas lengkap dengan kelap-kelip lampu yang menghiasi daratan. Bintang di atas langit juga terlihat berkelap-kelip, sungguh saya merasa bersyukur berkesempatan melihat moment saat itu.
Menjelang pagi para pendaki yang menginap di pos bayangan mulai berdatangan. Tujuan kami sama yaitu melihat sunrise. Ini adalah kali pertama pengalaman saya menyaksikan sunrise di puncak gunung termasuk menginap di atasnya karena ketika di Prau kemarin cuaca sedang berkabut. Beberapa kali kami mengabadikan moment sambil menunggu sunrise tiba. Ketika sunrise tiba semuanya berdecak kagum sambil bertasbih memuji Sang Pencipta.
Ketika suasana mulai terang dan hamparan daratan mulai terlihat jelas, kami mulai melakukan misi kami yaitu mengikrarkan terbentuknya MountSea Adventour dan Resolusi Tahun 2015. Di puncak gunung ini kami menanam mimpi-mimpi yang akan kami realisasikan pada tahun mendatang. Mimpi saya yang paling ingin saya wujudkan sejak lama masih sama yaitu berdiri di Puncak Mahameru. In syaa Allah jika tidak ada halangan tim kami akan mendaki Maret 2015 mendatang. Semoga mimpi kami tersebut dapat terwujud aamiin.
Sensasi Ngeliwet di Atas Puncak
Pukul 09.00 rupanya Kang Ade sudah selesai membuat nasi liwet. Sayangnya kami kehilangan ikan teri nasi yang dapat menambah gurihnya nasi liwet. Kang Ade sangat sigap menyiapkan masakan untuk sarapan kami saat itu. Saya dan Hatifah cukup melihat Kang Ade Kang Yiyi dan Iqbal wara-wiri menyiapkan sarapan karena memang hari itu special buat para wanita yaitu Hari Ibu. “Biar kali ini bapak-bapak yang masak, kita ngeliat pemandangan aja” begitu kata Hatifah dan sayapun mengiyakan.
Sambil memandang hamparan Gunung Papandayan, Gunung Guntur dan Gunung Ciremai kami berlima menyantap sarapan pagi yang sederhana namun nikmat. Sensasinya luar biasa, kenyang dan nikmat yang tak tergantikan. Biasanya saya jarang nambah nasi jika tidak ada sambal, tetapi pagi itu membuat saya cukup melahap masakan dengan nikmat. Alhamdulillah kenyang.
Kembali Turun Via Bayongbong
Sejak awal, niat kami ingin menjelajahi setiap sisi Cikuray, maka jika kami melakukan pendakian melaui via Dayeuh Manggung maka ketika turun kami ingin melalui jalur lain yaitu via Bayongbong berupa hamparan lahan pertanian milik warga.
Jika dibandingkan dengan jalur Dayeuh Manggung, maka jalur pendakian melalui Bayongbong menurut saya lebih bersahabat karena tidak terlalu ekstrim dan licin seperti jalur Dayeuh Manggung. Jarak antara puncak ke pos dua juga tidak terlalu jauh seperti jalur sebelumnya. Hanya saja jarak antara pos pertama ke pos dua sangat panjang melewati lahan pertanian milik warga yang terus menanjak. Karena perjalanan kami merupakan perjalanan turun maka sudah dapat dibayangkan bagaimana pegalnya kaki ketika harus menahan beban berat carrier lantaran pengaruh gravitasi.
Berkali-kali kami istirahat di sisi-sisi jalan sambil menikmati hamparan hijau lahan pertanian. Tanaman paling atas didominasi oleh tanaman kentang yang memang membutuhkan tempat tinggi untuk budidaya, sementara menjelang pertengahan baru ditemukan sayuran berupa kol dan sawi yang ditanam oleh para petani. Selama berjalan, saya berdecak kagum melihat perjuangan bapak dan ibu petani yang bisa melakukan budidaya di tempat tinggi tersebut yang sangat jauh dari rumah. Kami saja yang baru kali ini melakukan jalan menurun sudah sangat lelah apalagi mereka yang setiap hari melakukan kegiatan budidaya. Pikiran saya kembali berkecamuk ketika membayangkan bagaimana caranya mereka membawa hasil pertanian sementara jalur yang ada tidak memungkinkan untuk dilalui mobil. Hanya motor jenis trail yang ban-nya sudah diberi rantai untuk melalui tanah liat sepanjang jalan.
Saya sering bertanya kepada Kang Ade sebenarnya dimana rumah warga karena selama lebih dari tiga jam kami belum juga menemukan rumah warga yang artinya sudah mendekati pos satu. Kang Ade hanya menjawab “sudah saya bilang bukan tanjakan yang harus disesali tetapi turunan yang harus ditangisi”, mendengar jawaban itu kami semua hanya bisa tertawa menahan letih yang ada. Itulah manusia, ketika diberi tanjakan terjal maka akan mengelur kapan akan diberi turunan, kemudian ketika diberi turunan yang cukup bersahabat maka akan meminta tanjakan. Di sinilah sepatutnya kita bersyukur terhadap semua hal yang telah diberikan oleh Allah SWT karena kita sebagai manusia tidak pernah tau hal baik apa yang ada dari setiap kejadian yang datang menimpa kita. Bisa jadi itu baik bagi diri kita meskipun terlihat buruk begitupun sebaliknya.
Menjelang pukul 17:00 kami mulai melihat jalanan setapak yang diberi semen, di kiri-kanan juga sudah mulai terlihat pohon pisang yang artinya rumah penduduk semakin dekat. Lima belas menit kemudian kami sudah tiba di pos pertama yang dekat dengan sebuah warung. Warung inilah yang kami nantikan untuk meneguk teh hangat dan mi rebus instant dengan telurnya untuk menghangatkan badan sambil beristirahat sejenak. Selama hampir satu jam kami berdiam diri di sana hingga akhirnya tiba waktu kami kembali pulang menuju Terminal Guntur.
Dari pos pertama kita bisa menggunakan jasa ojeg dengan cukup membayar Rp. 15.000,- per orang menuju ke Mesjid Kauman dengan memakan waktu 15 menit perjalanan turun. Dari Mesjid Kauman kita bisa naik angkot langsung ke terminal Guntur dengan cukup membayar Rp. 7.000,- per orang. Alhamdulillah sekitar pukul 19:30 kami sudah tiba kembali di basecamp Asyakur Adventure menyisakan semangat dan cita-cita yang akan kami wujudkan dua bulan kemudian.
“Setinggi-tingginya gunung, tidak akan lebih tinggi dari mata kaki jika kita mau mendaki”
-Cikuray Quote-
————————————————————————————————————————————
Catatan:
1. Biaya perjalanan dari Bogor (Terminal Baranang Siang) menuju Gunung Cikuray
Bis ke Lebak Bulus Rp. 18.000
Bis Primajasa ke Terminal Guntur Rp. 52.000
Pick Up Rp. 45.000/orang
Tiket Masuk Pendakian Rp. 10.000
Ojeg dari Bayongbong ke Kauman Rp. 15.000
Angkot dari Kauman ke Guntur Rp. 7.000
2. Perlengkapan yang perlu dibawa:
Carrier (40-50 liter), sleeping bag, matras, tenda, fly sheet, baju ganti, nesting, kompor, trangia, gas, makanan berprotein, minuman (air putih, wedang jahe, susu dll), sepatu gunung, jaket gunung, head lamp, rain coat, tisu basah, dan perlengkapan lain sesuai keperluan.
Jika teman-teman tidak ingin berat membawa peralatan maka di Asyakur Adventure tersedia peralatan hiking yang dapat disewa.
lapakmedan
evrinasp
Rodame MN
evrinasp
Edi Padmono
Mugniar
evrinasp
evrinasp
Desi
Ibu Fabina
evrinasp
Ibu Fabina
evrinasp
Ibu Fabina
evrinasp
@nurulrahma
evrinasp
Mechta
evrinasp
Nathalia DP
evrinasp
emon
evrinasp
budidaya jahe
evventure
Pingback: Sepatu Hiking, Kado yang Aku Mau | Evrina Budiastuti
Pingback: Petualangan Mahameru: (5) Summit Attack (Arcopodo-Puncak Mahameru-Ranu Kumbolo) | Evrina Budiastuti
cacing
evrinasp
alvi
evrinasp
Dedandes Dani
evrinasp