Gerhana Matahari Total menjadi fenomena langka yang tak terlupakan ketika dapat menyaksikan langsung saat menjadi Laskar Gerhana. Hari kedua Laskar Gerhana detikcom dimulai sejak dini hari sekali. Saya ingat banget ketika pukul 03:30 WIT, pintu kamar sudah diketok oleh panitia pertanda kami harus segara berkumpul di lobby. Terus terang saja, saya masih kelelahan dan mengantuk karena kurang tidur setelah sehari sebelumnya aktifitas padat merayap. Meskipun begitu saya tetap bersemangat karena hari yang ditunggu telah tiba. Untuk teman-teman yang belum membaca diary hari pertama, dapat mengklik tulisan di bawah ini:
Baca: Laskar Gerhana detikcom: Hari Pertama
Okay sekarang kita mulai cerita aktifitas menjadi Laskar Gerhana di hari kedua.
Menuju Gerhana Matahari Total di atas Kapal BAKAMLA
Rombongan kendaraan membawa para laskar menuju Pelabuhan Ahmad Yani tempat bersandarnya kapal Badan Keamanan Laut (BAKAMLA) yang akan kami naiki. Saya menyempatkan untuk tidur selama perjalanan walaupun hanya memakan waktu 30 menit saja. Setelah sampai, mata langsung terasa segar berkat tiupan angin laut dini hari. Mata saya semakin segar tak kala melihat gagahnya kapal Bakamla yang sudah menunggu kedatangan kami. Ada dua kapal yang kami naiki saat itu, yaitu KN Kuda Laut untuk laskar batch 2 dan KN Gajah Laut untuk laskar batch 1.
Panitia dan peserta tidak berbeda saat itu karena sama-sama mengenakan seragam kaos bertuliskan Laskar Gerhana Matahari Total. Rasanya kami benar-benar bersatu demi menyukseskan acara puncak hari ini yaitu mengamati dan menjadi saksi sejarah GMT di atas perairan Ternate.
Menjelang shubuh, panitia sudah mempersilahkan kami untuk sarapan nasi goreng yang sudah disediakan sambil membagikan kacamata gerhana yang disediakan oleh detikcom. Kacamata gerhana ini memiliki filter kaca film hingga 80% berbalutkan ukiran mega mendung khas Cirebon, sehingga sudah pasti aman untuk digunakan. Tanpa pikir panjang, sayapun melahap sarapan yang sudah disediakan agar tidak masuk angin. Setelah sarapan, saya masuk ke dalam kapal Bakamla untuk melaksanakan shalat shubuh. Sambil menunggu adzan, saya ikut serta melapisi lensa kamera dengan kaca film 80% yang dibantu oleh Bang Hasan Fotografer detikcom. Perlindungan ini perlu dilakukan untuk menjaga mata serta kamera agar tidak rusak.
Saat adzan shubuh berkumandang di atas kapal, seluruh laskar dipersilahkan masuk ke dalam ruangan kapal secara bergiliran untuk melaksanakan shalat shubuh bersama. Bagian dalam kapal Bakamla sangat sejuk, tenang dan bersih lengkap dengan monitor serta perlengkapan pelayaran. Saya mengambil air wudhu di sebuah kamar mandi yang ada di kapal. Kamar mandi ini cukup bersih dan tersedia dua pada bagian bawah sehingga dapat digunakan tanpa mengantri. Setelah itu saya langsung bergabung dengan redaksi detikcom, personel Bakamla dan teman-teman lainnya untuk shalat shubuh bersama. Shalat saat itu sangat khitmad karena dilaksanakan di atas kapal dengan orang-orang yang baru saya kenal.
Selepas shalat, kami langsung kembali menuju bagian atas kapal untuk menunggu persiapan berangkat menuju titik koordinat pengamatan. Di luar sana awak kapal sedang mempersiapkan segala sesuatunya. Saya melihat Gunung Gamala semakin nampak berkat pancaran matahari. Dia tampak berdiri kokoh menghadap kami. Sekali lagi saya mengagumi keindahaan alam ini. Namun lamunan saya terhenti karena jangkat sudah mulai diangkat pertanda kami mulai berlayar di laut Ternate.
Moment yang Ditunggu: Gerhana Matahari Total
Matahari semakin membuka tirai keindahan laut Ternate yang dikelilingi oleh pulau-pulau indah seperti Tidore dan Mairata. Saya terpukau oleh keindahannya karena sepanjang perjalanan disuguhi oleh gunung dan bukit yang hijau. Dulu, saya hanya melihatnya melalui televisi atau internet saja, tetapi saat itu saya sudah melihat dengan mata kepala sendiri. Saya sampai merinding, karena tahun 2015 lalu pernah melontarkan keinginan untuk menginjakkan kaki ke Halmahera, dan ternyata impian itu terwujud di tahun 2016 walaupun hanya menginjakkan kaki ke daerah di dekat Halmahera.
Waktu menunjukkan pukul 08:30 WIT pertanda kontak pertama antara bulan dan matahari telah terjadi. Saya melihat dengan menggunakan kacamata gerhana memang benar matahari mulai tertutup sedikit demi sedikit oleh keberadaan bulan. Saat itu juga awak kapal menyerukan untuk mengadakan shalat gerhana matahari di atas dek kapal. Saya dengan beberapa laskar beserta awak kapal mulai melaksanakan shalat gerhana dengan penuh khidmat. Bahkan imam yang memimpin shalat menangis tersedu-sedu mengingat akan berkah yang diberikan Allah dan juga banyaknya dosa yang tertoreh. Saya hanya terdiam sambil terus berdoa seraya mengaminkan doa yang terucap dari sang imam.
Selepas shalat, kami langsung membereskan perlengkapan shalat dan kembali mengamati perubahan matahari. Awalnya saya duduk di dek kedua bersama Mas Nuz seorang laskar dari Surabaya. Mas Nuz sedang sakit akibat kecelakaan yang dialami beberapa hari sebelum berangkat ke Ternate. Kami kemudian membagi tugas, Mas Nuz memegang kamera dslr sedangkan saya pergi ke dek paling atas untuk melakukan pengamatan menggunakan smartphone.
Tak berapa lama, daratan dan laut mulai gelap secara perlahan seperti di selimuti oleh tirai hitam. Saya belum berani melihat ke atas sampai Bu Clara dari LAPAN memberikan petunjuk bahwa kami boleh melepaskan kacamata karena gerhana matahari total sudah terbentuk. Setelah Bu Clara memberikan petunjuk bahwa sudah terbentuk GMT, saya langsung melihat ke atas tanpa kacamata. Subhanallah indah sekali, merinding, takjub, campur aduk, saya sampai melompat-lompat karena melihat GMT tersebut. Sayangnya lensa smartphone tidak sanggup menangkap gambar GMT seperti halnya kamera digital. Gambar yang dihasilkan melalui smartphone hanya berupa titik hitam dalam lingkaran cahaya.
Selama GMT terjadi, kita juga dapat melihat dua buah planet yang dekat dengan matahari yaitu Venus dan Merkurius. Bu Clara menunjukkan dua planet tersebut yang terlihat seperti bintang bercahaya tapi tidak berkelap-kelip. Jika matahari bersinar terang, maka kedua planet tersebut tidak terlihat.
Selain kedua planet tersebut, kita perlu juga mengabadikan horizon yang ada di sekitar. Horizon merupakan garis bercahaya di sekitar yang merupakan pantulan cahaya matahari yang tidak tertutup oleh bulan. Indah sekali saat itu, namun keindahan GMT hanya berlangsung dua menit saja di Ternate. Ketika bulan mulai bergerak kembali, maka saat itu juga kita tidak diperbolehkan melihat ke arah matahari tanpa menggunakan filter atau kacamata gerhana. Saya memilih tidak melihat lagi karena takut terjadi hal yang tidak diinginkan.
Terpukau Keindahan Danau Tolire
Selepas menyaksikan GMT, kami dipersilahkan untuk makan siang di atas kapal dengan menu ikan laut, ayam rica-rica beserta sayur asem. Itu semua merupakan masakan awak kapal yang terdiri dari bapak-bapak. Tapi percayalah bahwa masakan mereka sungguh sangat lezat. Setelah selesai, kami dipersilahkan untuk kembali ke mobil masing-masing untuk menuju ke destinasi selanjutnya. Namun sebelum itu, kami mengabadikan diri dulu di depan kapal Bakamla.
Destinasi selanjutnya adalah Danau Tolire yang ada di kaki Gunung Gamalama. Danau Tolire ini ada dua yaitu Danau Tolire kecil yang ada di dekat pantai dan Danau Tolire besar yang ada di kaki gunung. Danau Tolire Besar bentuknya luas dan dalam sekali apabila diukur dari letak kita yang melihat dari atas. Airnya berwarna hijau pekat. Saking dalamnya, jika kita melempar batu maka batu tersebut seolah tidak pernah sampai ke permukaan air akibat gravitasi yang menarik batu jatuh ke bawah. Jika tidak percaya, kita dapat mencoba melempar batu ke arah danau. Saya sudah mencobanya lho, dan benar saja, dengan sekuat apapun batunya tidak akan sampai ke permukaan air danau akibat tarikan gravitasi. O iya fenomena ini menjadi cerita tersendiri bagi Danau Tolire.
Batu Angus, Saksi Erupsi Gamalama
Setelah terpukau oleh keindahan Danau Tolire, kami menuju ke destinasi selanjutnya yaitu Batu Angus yang merupakan gugusan bebatuan bekas aliran lava yang membeku. Bekasnya terlihat sekali karena berwarna hitam pekat dengan bentuk yang tidak beraturan pertanda material ini belum lama dimuntahkan oleh gunung. Gunung Gamalama memang baru mengalami erupsi tahun 2015 lalu, dan hasil erupsinya berupa lava pijar yang mengalir hingga ke lautan. Gradasi antara bebatuan dan latar belakang laut yang biru menghasilkan pemandangan yang indah sekali.
Di sini kami bertemu dengan anak-anak Ternate yang menjajakan makanan serta minuman. Mereka terlihat eksotis dan ceria. Anak kepulauan yang bangga akan daerahnya. Saya terkagum dengan kehidupannya yang jauh dari televisi ataupun gadget, masa kecil yang terselamatkan, meskipun sambil menjaga dagangannya mereka tetap riang bermain di sekitaran Batu Angus layaknya anak-anak.
Festival Solar Eclipse
Destinasi selanjutnya adalah Benteng Oranye atau Fort Orange yang merupakan benteng kebanggan masyarakat Ternate. Kami tidak menyangka bahwa kedatangan kami sudah ditunggu oleh IPariwisata yang menggelar Festival Solar Eclipse saat itu. Kehadiran kami langsung disambut oleh Tarian Soya-Soya dari Maluku Utara yang dibawakan oleh 14 orang anak laki-laki dengan pakaian putih dengan membawa pom-pon yang terbuat dari daun. Tarian ini merupakan tarian yang diperagakan guna menyambut para tamu undangan.
Setelah persembahan tarian Soya-Soya, kami dipersilahkan untuk mencicipi kuliner khas Maluku Utara baik aneka cemilan, makanan berat hingga minuman ringan yang rasanya enak dan segar jika disantap saat siang hari. Semuanya gratis dan boleh mengambil sesuka hati.
Sambil menikmati kuliner, kami masih mendapatkan suguhan tarian yang diperagakan oleh kaum ibu (saya lupa nama tariannya), tarian penyembuhan obat bernama Lego Salai, dan Tarian Nampa Kenari masih dari Maluku Utara.
Sayangnya kami tidak bisa menyaksikan hingga selesai karena harus menuju ke destinasi selanjutnya yaitu Panorama Cafe.
Panorama 1000
Panorama Cafe merupakan destinasi terakhir kami dihari kedua pada kegiatan laskar Ternate. Di sini kami menikmati kembali Air Gurata, Pisang Bebe dan Sukun Goreng sambil menikmati panorama alam yang dijadikan gambar pada pecahan uang Rp. 1000 berupa lembaran. Melalui cafe ini kita dapat mencocokan panorama yang ada dengan uang lembaran Rp. 1000,-. Dan itu benar lho mirip sekali.
Menjelang malam, kami dipersilahkan untuk makan malam dengan sajian aneka ikan laut khas Ternate. Saya sampai kenyang sebelum makan karena terlalu banyak menu ikan laut yang disajikan sehingga bingung mau makan yang mana.
Alhamdulillah acara dihari kedua selesai juga. Lelah memang sangat terasa tetapi puas dengan hasilnya. O iya saya juga menuliskan pengalaman laskar dihari kedua melalui portal detik travel berikut ini:
Baca: Mengenang Momen Puncak Laskar Gerhana di Ternate
Saatnya kami beristirahat setelah berpetualang dan begadang dihari kedua. Hari ketiga lebih santai karena akan berburu oleh-oleh dan mengunjungi destinasi selanjutnya yang akan saya tuangkan pada tulisan dihari ketiga.
Surya
evrinasp
Okti
evrinasp
Inda Chakim
evrinasp
Anjar Sundari
evrinasp
monda
evrinasp
Mang Lembu
evrinasp
susindra
evrinasp
selvy
evrinasp
oka nurlaila
evrinasp
Nurman
evrinasp
Ki Demang
evrinasp
Tia Yusnita
evrinasp
Yopie Pangkey
evrinasp
Mukhofas Al-Fikri
evventure
Pingback: Visit Tidore Island, Destinasi Wisata di Maluku Utara - evventure
Pingback: Setengah Hari Wisata Religi di Aceh – evventure