Ini benar-benar pengalaman yang tak terlupakan. Meskipun sudah berlangsung setahun yang lalu (dari waktu tulisan ini tayang), saya tetap mengingatnya dengan jelas pengalaman menginap semalam di kantor Polisi Magelang. Menginap di kantornya lho ya bukan di tahanan (naudzubillah jangan sampai deh).
Ceritanya begini, di awal tahun 2017 lalu saya dan teman-teman pergi mendaki ke Gunung Sumbing di Magelang. Namanya juga pendaki sabtu minggu yang sisa harinya dihabiskan bekerja penuh, maka kalau ketemu weekend agak panjang menjadi waktu yang tempat bagi kami untuk mendaki.
Pendakian ke Gunung Sumbing ternyata tidak berjalan lancar karena posisi teman kami berpencar. Ditambah dengan hujan badai yang membuat trekking menjadi lambat. Seharusnya kami dapat tiba di pos terakhir sebelum summit attack di hari pertama. Namun karena badai dan sudah terlalu sore, kami baru sampai di pos tiga sekitar pukul 6 sore dan baru summit attack keesokan harinya.
Baca cerita ini dulu ya: Summit Attack Gunung Sumbing
Molornya waktu membuat semuanya jadi tidak berjalan sesuai dengan rencana termasuk waktu kepulangan kami yang seharusnya bisa berangkat langsung dari Magelang ke Jakarta sore harinya. Karena medan yang berat dan fisik yang sudah cukup tersita, akhirnya kami memutuskan untuk menginap saja dulu di sekitar Terminal Tidar Magelang seperti hari pertama saat kami tiba di Magelang.
Saat kami tiba di Terminal Tidar Magelang sambil membawa carrier yang bertambah berat, tiba-tiba salah seorang teman yang mengantar secara reflex memberikan ide mengapa tidak menginap saja di kantor polisi supaya tidak kedinginan. Kami semua langsung bengong, memangnya boleh? Teman saya yakin sekali kalau hal tersebut diperbolehkan.
Lalu dia berjalan ke arah kantor polisi tersebut dan setelah berbincang sekian menit ternyata kabar gembira menghampiri kami semua. Kami diizinkan untuk menginap di kantor hingga pagi tiba.
Sudah diperbolehkan menginap di sana saja kami sudah sangat senang. Ternyata kami juga diperbolehkan untuk mandi dan bersih-bersih di toilet yang ada di sana. Setelah itu kami bersiap untuk menggelar sleeping bag masing-masing untuk tidur di teras kantor.
Rupanya Pak Polisi yang sedang berjaga saat itu tidak tega melihat saya dan Mbak Weyna yang menjadi dua orang pendaki wanita satu-satunya di rombongan. Kami berdua kemudian dipersilahkan untuk tidur di dalam kamar saja dengan kasur yang tersedia di sana. Wah Alhamdulillah, Pak Polisi baik banget, saya dan Mbak Weyna sampai terharu lho.
Kemudian, setelah kami merapihkan barang masing-masing, kami semua langsung pamit pergi keluar sebentar untuk mencari makan malam. Maklum, karena telat turun dari Gunung Sumbing kami jadi kelaparan sebab di sana memang tidak ada warung yang buka jika sudah malam. Seperti halnya di kaki gunung, kondisi saat itu juga sudah membuat warung-warung di sekitar terminal sudah tutup. Hanya satu buah warung angkringan berbentuk gerobak saja yang menjadi penyelamat perut kami di malam itu.

Makanan penyelamat di angkringan terminal
Sungguh pengalaman yang tidak terlupakan. Saya sampai tidak mengkhawatirkan lagi besok mau memberikan alasan seperti apa kepada atasan karena pasti senin belum sampai di Bogor. Yang lebih saya khawatirkan adalah apakah besok pagi ada bis paling awal yang dapat membawa kami ke Stasiun Semarang agar tidak ketinggalan kereta paling pagi.
Mbak Weyna menjadi orang yang paling sigap di antara kami semua. Dia sudah bangun ketika alarm berbunyi pada pukul 4 pagi. Setelah shalat shubuh, kami semua membereskan barang bawaan dan segera pamit kepada Pak Polisi.
Kemudian kami berdiri di pinggir jalan untuk menghentikan bus pertama yang bisa membawa kami ke Semarang. Hampir 30 menit kami menunggu, hingga akhirnya bertemu dengan bus yang diharapkan.

Menunggu bus di pinggir jalan
Di dalam bus, kami semua tertidur sejenak untuk menghemat tenaga setelah memberitaukan kepada kenek bus di mana tempat penghentian kami. Setelah matahari semakin bersinar, kenek bus kemudian memberitahukan bahwa kami harus segera turun karena destinasi yang dituju sudah dekat.
Ternyata kami diturunkan di tempat seperti jalan tol. Sayangnya saat itu Semarang sedang dilanda banjir, kami sampai bingung harus lewat di sebelah mana. Ditambah saat itu juga merupakan hari Senin, dan sudah menjadi kodratnya kalau hari Senin adalah hari yang padat dan pasti macet ada di mana-mana.

Semarang kaline banjir
Kami hampir panik dengan keadaan waktu itu, mengingat kami sudah mendekati jadwal kereta yang harus kami naiki. Kami bersyukur ada sebuah bus lagi yang bisa membawa kami turun langsung di depan Stasiun Semarang Tawang. Sesampainya di stasiun, teman kami yang laki-laki langsung mengumpulkan KTP dan sejumlah uang, kemudian mereka segera berlari untuk memesankan tiket. Sementara saya dan Mbak Weyna menunggu di suatu tempat sambil menghela napas.

Buru-buru mengejar kereta
Itulah pengalaman saya dan teman-teman di suatu hari yang tak terlupakan. Saya sangat berterima kasih sekali kepada Pak Polisi yang sudah berkenan meminjamkan tempatnya kepada kami untuk bermalam.
Dari pengalaman tersebut saya mengambil pelajaran: tidak lagi deh mendaki di saat musim hujan, yang ada malah cari penyakit saja. Mending mendaki disaat menjelang musim kemarau atau saat cuaca lebih mendukung supaya planning lebih sesuai implementasinya. Happy weekend.

Senyum lega sudah mendapatkan tiket pulang
Nugraha Fauzi
evventure
Rudi Chandra Sambas
evventure
wisnutri
evventure
Rivai H
evventure
Suryani Palamui
evventure
Anggara W. Prasetya
evventure
Kemana-lagi
evventure
Robby