Pendakian Gunung Sumbing (3): Kembali Pulang

Setelah bersusah payah, akhirnya sampai juga di Puncak Gunung Sumbing. Seperti yang sudah saya jelaskan pada postingan sebelumnya, puncak Gunung Sumbing itu berupa kawah berbatu yang areanya tidak terlalu luas. Meskipun sudah tidak aktif lagi, kawah Gunung Sumbing masih mengeluarkan bau belerang.

Baca tulisan sebelumnya: Pendakian Gunung Sumbing (3): Pos 3-Summit Attack

Saya dan teman-teman tidak terlalu lama berada di puncak mengingat hari sudah semakin siang sementara kami harus segera turun untuk kembali pulang ke Jakarta. Apalagi suhu di atas cukup dingin, sangat berangin dan sesekali masih turun hujan. Akhirnya setelah kurang dari satu jam berada di atas puncak, kami segera turun melalui jalan yang cukup licin menuju pos 4 dan pos 3.

gunung-sumbing

Suasana masih mendung, kabut juga menutupi jalan kami ketika turun. Deyan yang awalnya bisa berjalan cepat ketika naik, tiba-tiba berkata kalau dia tidak bisa terlalu cepat ketika turun. Kalau saya kebalikannya, ketika turun saya lebih bisa berjalan agak cepat dan sebaiknya memang ketika turun ikuti saja gravitasi karena kalau ditahan akan membuat kaki terasa sakit.

gunung-sumbing

gunung-sumbing

Kamil dan Devi adalah orang pertama yang sampai di Pos 3, disusul dengan saya, Deyan dan Kak Yiyi. Sementara Kaffie dan Lutfhi masih berada di belakang. Tampak Om Adrian khawatir menunggu adiknya di pos 3, namun kekhawatirannya memudar karena Luthfi dan Kaffie sudah terlihat menuju pos 3. Saya langsung masuk ke tenda untuk menghangatkan badan sekaligus bersiap packing.

Saat itu waktu sudah menunjukan pukul tiga sore, sementara perjalanan turun pasti memakan waktu yang cukup lama. Saya sudah membayangkan kalau akan tiba di base camp dalam kondisi gelap, so headlamp sudah saya persiapkan di atas kepala. Jas hujan juga sudah dipakai mengingat sore pasti turun hujan. Setelah semua selesai packing, kami kembali berdoa bersama agar perjalanan turun dapat berjalan lancar.

gunung-sumbing

Trek dari pos 3 ke pos 2 cukup jauh dan di sini kami terpisah dengan rombongan Deyan. Kamil dan Mas Jenny sudah jalan terlebih dahulu, mungkin untuk memsankan ojeg nanti di pos 1. Sementara saya, Devi dan Ka Yiyi berada di rombongan kedua jauh lebih dulu dari rombongan Deyan.

Sampai di Pos 2 semua berjalan lancar. Kami tidak terlalu banyak istirahat meskipun kaki sudah sangat sakit dan pegal untuk dibawa turun terus. Karena sudah semakin sore dan sudah mulai gelap, akhirnya kami melanjutkan untuk berjalan terus. Rombongan Deyan masih belum terlihat juga, namun kami yakin bahwa mereka baik-baik saja.

Memasuki hutan pinus pertanda pos 1 sudah semakin dekat. Di sini Devi terlihat lelah, rupanya dia terkena Maag yang membuatnya pucat dan tak sanggup berjalan. Saya mengatakan kepada Devi untuk terus melanjutkan jalan pelan-pelan karena tidak mungkin berdiam lama dalam kondisi gelap, dingin dan hujan. Saya khawatir nantinya dia akan semakin parah, jadi saya dan Ka Yiyi memutuskan untuk terus menyemangati Devi melawan maagnya. Carrier Devi sudah saya bawakan, dia dituntun untuk jalan terus oleh Ka Yiyi.

Di pertengahan jalan masih menuju pos 1, Devi meminta untuk istirahat sebentar. Saya melihat smartphone barangkali ada sinyal di sini sehingga saya bisa menelpon teman-teman untuk membantu Devi yang kelelahan. Sinyal memang ada di sini, sayangnya di basecamp tidak ada sama sekali sehingga saya hanya bisa menghubungi tim Elang di grup tanpa bisa meneruskan ke teman-teman yang ada di basecamp.

Dengan sisa tenaga yang ada, saya dan Ka Yiyi tetap memaksa Devi untuk melanjutkan langkah. Alhamdulillah meskipun terseok-seok, kami sudah tiba di turunan menuju Pos 1. Di sana Devi dibantu oleh bapak-bapak ojeg dan Mas Jenny yang sudah menunggu. Secara bergiliran kami dibawa menuju basecamp untuk beristirahat.

Setibanya di sana, kami langsung diberikan teh manis hangat. Rasanya segar sekali bisa merasakan teh hangat karena tubuh kami sangat kedinginan. Setelah semuanya lengkap, secara bergantian kami langsung membersihkan diri untuk bersiap ke Magelang dan kembali ke tempat masing-masing.

Terima kasih untuk Mas Jenny, Bapak Kadus di basecamp Mangli yang sangat welcome sekali kepada kami. Rumah Bapak Kadus waktu itu kami pakai untuk beristirahat dan membersihkan diri sehingga agak kotor. Namun itu tidak masalah bagi Bapak Kadus karena katanya sudah biasa menerima teman-teman pendaki. Sebelum pulang, kami menyempatkan diri untuk berfoto bersama.

gunung-sumbing

Foto: Mbak Weyna

Demikianlah cerita pendakian kami saat ke Gunung Sumbing. Pelajaran berharga nih, lebih baik mendaki dalam kondisi tidak hujan yak arena saat tidak hujan saja sudah berat apalagi ketika hujan. Semoga ada manfaat yang bisa diambil dari cerita ini. Sampai jumpa lagi.

12 Comments

  1. Reply

    Manteup euy!
    Setiap gunung selalu punya cerita masing-masing. Lelahnya, serunya,..
    Ah, Jadi kangen meng-gunung deh akhirnya…

  2. Kika

    Reply

    Sudah lama rasanya tidak naik gunung, membuatku kangen gunung. Naik gunung itu kayak makan sambal ya mbak šŸ˜€

  3. Reply

    serruuuu… kebayang jadinya gimana naik gunung itu :).. aku harus ngelatih fisik dulu sepertinya supaya kuat dan ga ambruk kalo mau naik gunung šŸ˜€

  4. wisnutri

    Reply

    ngeri cuacanya mbak…dari foto-fotonya berkabut terus.
    sayang juga kalau udah naik gunung tapi ngga sampai puncak…harus jaga stamina biar ngga kelelahan šŸ™‚

Leave Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *