“Tim elang ayo bangun, cuaca cerah nih kita bisa summit”
“Jam berapa emangnya za?”
“Udah jam 12 nih ayo bangun, tim lain udah pada berangkat”
***
Brrrrrrr…… dingin banget waktu membuka tenda. Kayanya ‘gak perlu ke Korea atau ke Eropa kalau mau melihat nafas kita yang keliatan uapnya. Tangan langsung otomatis bersedekap melipat di dada. Dingin banget dan masih gelap abis. Tapi pas keluar tenda di kanan kiri dan depan kami beberapa tim sudah siap untuk summit attack. Kita juga harus semangat dong, masa udah sampai Kalimati dengan berdarah-darah (lebay deh) ‘gak sampai puncak. Okay kita siap untuk summit attack. Mahameru is waiting.
Kami mulai melakukan persiapan. Apa saja yang disiapin? Melengkapi pakaian yang akan digunakan sewaktu muncak. Pakai jaket gunungnya, gunakan geiter untuk menahan pasir, headlamp, jas hujan untuk menahan angin, sarung tangan, buff, kupluk, dan jangan lupa trek pollnya ini penting banget buat hiking dengan lahan berpasir. Saya sarankan wajib menggunakan sepatu hiking ya, karena ada lho yang menggunakan sandal gunung, bahkan sandal jepit. Naik mungkin oke, tapi pas turun apa ‘gak sakit bergesekan langsung dengan pasir dan kerikil Semeru. Itu terserah sih, just an option.
Perlengkapan kami sudah siap untuk digunakan. Kamil dan Wahyu kemudian meminta kami untuk memakan makanan yang mereka masak, nasi dan sosis. Duh sumpah deh jam 1 malam disuruh makan, bener-bener ‘gak nafsu tapi memang perlu supaya ‘gak masuk angina di atas sana. Saya lebih memilih mengkonsumsi roti, madu dan coklat untuk sumber kalori. Kalau yang berat-berat di jam satu dini hari belum sanggup.
Nah, semua sudah siap. Reza memimpin doa dan menginstruksikan apapun yang terjadi tim elang harus bersama terus karena memang medan yang akan dilalui lebih berat daripada kemarin. Dengan sisa-sisa tenaga kita harus bisa mengukur kemampuan diri sendiri. Kalau memang tidak sanggup jangan dipaksakan. Memang sih untuk summit kitatidak membawa carrier. Itu membuat kita pede, tapi kenyataannya medan memang berat, so jangan dipaksakan jika tidak sanggup. Jika nanti sudah tidak sanggup di atas, duduk saja di pinggir dan jangan menghalangi jalan. Jangan lupa membawa perbekalannya terutama air karena akan terasa haus terus di atas sana.
“Summit Mahameru……”
“Bisaaaaa!”
Kami mulai berjalan melintasi Arcopodo yang berjarak 1,2 km dari Kalimati. Hutan Arcopodo ini sepertinya berupa hutan cemara juga kalau saya tidak salah lihat ya. Agak-agak lupa karena sudah tidak memperhatikan. Kami berangkat dari Kalimati sekitar jam 1 pagi dan baru sampai di kaki Mahameru sekitar jam 3-4 pagi. Saya, Iqbal dan ka Yiyi sepakat bahwa trek di Arcopodo sama sadisnya dengan trek Gunung Cikuray. Banyak undakan dan akar-akar tanaman serta pohon tumbang yang membuat trekking jadi menantang. Bedanya tanahnya berpasir, so bayangin aja sendiri gimana langkah per langkahnya. Saya jangan ditanya, beberapa kali saya minta break ke Reza yang memimpin di depan. Ini juga yang membuat akhirnya lama sampai puncak.
Penampakan Arcopodo singa hariArcopodo berhasil kami lewati, kini tantangan yang sesungguhnya di depan mata. Mendaki Mahameru. Ketika nengok ke atas sana sepertinya sangat dekat dan kami lihat sudah banyak lampu berkedap-kedip hingga atas, itu artinya sudah ada yang berhasil sampai puncak. Kami mulai melangkah ke punggung Mahameru. Saya sudah meniatkan ke diri sendiri bahwa puncak adalah bonus, kalaupun hanya sampai di punggungnya saja ya tidak apa-apa karena saya sudah mengukur diri-sendiri yang kelelahan. Saya membawa oxygen yang diberikan Reza karena memang nafas mulai pendek. Reza dan tim elang pertama sudah mulai mendaki terus ke depan. Saya, Ka Yiyi dan Om Wilson berjalan perlahan menyesuaikan ritme tubuh.

Suasana menjelang jam 5 pagi
Seleksi alam mulai terjadi, kami tertinggal jauh dari tim elang pertama. Kami bertiga sepakat untuk menikmati saja proses pendakian ini, jika memang lelah berhentilah dan tatap suguhan alam yang disajikan oleh Mahameru.
Jam 5 pagi kami sudah ada di setengah perjalanan. Semakin ke atas, lereng Mahameru semakin curam, berapa derajat ya kira-kira? Mirip kemiringan segitiga siku-siku yang 90 derajat kayanya. Semakin ke atas, pasirnya semakin sulit untuk ditapaki. Setiap satu langkah kaki, bisa turun dua langkah, itu bener lho karena saya merasakan sendiri. Kalau sudah begini saya memilih untuk istirahat dulu daripada galau ‘gak naik-naik. Setiap istirahat saya mulai menggunakan tabung oxygen karena kalau tidak saya akan merasa pusing dan mengantuk. Itu salah satu tanda kekurangan oxygen selain nafas yang terputus-putus. Jangan sampai ketiduran di punggung Mahameru, ananti bisa Hypotermia karena suhunya sangat dingin, apalagi angina bertipu dari segala sisi.

Om Wilson masih semangat

oksigen yang dibawa-bawa sampai atas
Matahari sudah mulai menampakkan dirinya, saya menikmati sunrise dari punggung Semeru. Indah sekali. Perlahan tirai itu mulai terbuka, lereng yang curampun terlihat, kini dia tidak terlihat menakutkan karena semua telah tersinari sempurna, hamparan hutan dan tempat kami berkemah juga kelihatan. Subhanallah sungguh indah ciptaan Allah.
Tetapi jangan terlena, teruslah melangkah. Semangat dan tenaga yang mulai kendur membuat saya hampir menyerah untuk tidak sampai puncak. Tapi ka Yiyi dan Om Wilson bahkan pendaki yang berpapasan dengan saya selalu memberikan semangat untuk tidak menyerah. Ini penting sekali lho, semangat dari orang-orang sekitar ketika kita mulai menyerang memberikan booster sendiri untuk saya. Apalagi di ¾ jalan menuju puncak berpapasan dengan satu keluarga yang terdiri dari ayah ibu, dua orang putri dan satu orang putra berusia > 7 tahun terus melangkah dan bertekad hingga sampai atas. Zafran, kami menyebut anak lelaki kecil itu, masa’ dia bisa terus kita engga?! Begitu Om Wilson memanas-manasi. Akhirnya dengan sisa tenaga dan sisa waktu kami terus melangkah.

Istirahat di punggung Gunung Semeru

Jangan menyerah, bentar lagi sampai puncak
“ayo cepetan 30 menit lagi sampai puncak, jam 9 udah ‘gak boleh”
Begitu teman-teman pendaki meneriaki dari atas. Mereka sudah sampai puncak dan bersiap turun. Kami masih melawan diri sendiri untuk bisa sampai puncak. Akhirnya titik itu mulai terlihat, bekas aliran pasir yang mengeras dan bongkahan batu besar yang merupakan pintu masuk menuju puncak mulai terlihat. Kami mulai semangat dan kembali diperingatkan untuk segera karena memang jam 9 tepat akan segera datang.
Akhirnya kami sampai juga di atas puncak. Unbelieveable, bisa juga sampai di puncak. Hal pertama yang saya tanyakan adalah:
“Mas dimana tulisan Mahamerunya?”
“Itu yang deket kawah blup-blup nya”
Itu saya lakukan karena memang hanya tersisa belasan menit menuju jam 9. Mengabadikan dulu di bendera dan tulisan puncak Mahameru sebagai bukti sudah berdiri di atas sana. Alhamdulillah senang sekali rasanya meskipun di atas sangat dingin, rasa takju kagum bercampur satu-persatu. Ternyata begini puncak Mahameru, berupa dataran berpasir yang cukup luas dan mampu menampung ratusan pendaki.

Sampai di puncak alhamdulillah
Di sebelah puncak terdapat kawah Jonggring Saloka yang mengeluarkan gas beracun. Ini yang harus dihindari oleh para pendaki dan ini pula yang membuat kita tidak boleh berlama-lama di sana. Bunyi Jonggring Saloka menggelegar membuat siapapun langsung nengok dihadapannya dan mengabadikan moment itu. Asap beracun yang dihasilkan berwarna coklat kekuningan yang pekat, terbang terbawa angina menjauhi kami. Saya mulai memperingatkan Om Wilson dan Ka Yiyi untuk segera turun. Karena dalam hitungan beberapa menit (5-10 menit kalau tak salah) Jonggring Saloka aktif mengeluarkan gas beracunnya.

Jonggring Saloka

Suasana di atas Puncak Mahameru

Kapan kamu kesini?
Percaya tidak, saya, Om Wilson dan Ka Yiyi adalah tiga dari empat pendaki terakhir yang sampai puncak. Di bawah kami tadi tidak ada lagi yang muncak. Kami sampai tertawa-tawa sendiri karena menjadi orang terakhir yang bisa muncak saat itu. Walaupun terakhir yang penting bisa sampai muncak, begitu Om Wilson mengatakan.
Perjalanan turun dari puncak tak seberat ketika mendaki. Kita tinggal mengikuti irama pasir saja. Rasanya seperti berselancar di atas air lho. Jika perjalanan mendaki memakan waktu 4-5 jam, maka perjalanan turun hanya memakan waktu 1,5 jam saja lho. Kami beberapa tiga kali istirahat sejenak di punggungan Mahameru, rasanya menyenangkan tidur di atas pasir Mahameru sambil menatap awan. Sesekali pendaki yang berada di atas kami berteriak “awas batuuuu” tetapi jangan khawatir, batunya ‘gak besar kok seperti difilm 5 CM itu. Batunya bersahabat.

Siap-siap turun
Nah, ini peringatan buat teman-teman pendaki. Sewaktu turun dari puncak santai saja ‘gak perlu lari. Karena ada pendaki yang lari dari puncak sana, akhirnya dia terjatuh menggelinding. Alhamdulillahnya dia tidak kenapa-kenapa, tapi cukup membuat dia pusing lantaran kepalanya duluan yang terkena pasir dan kerikil-kerikil kecil itu. Pendaki itu langsung berbaring di atas pasir. Makanya safety first ya, ‘gak usah maca-macam ketika berada di alam.
Puncak Mahameru terkeal dengan death zonenya. Saya malah tidak kepikiran soal Blank 75 yang terkenal itu ketika naik dan turun dari Mahameru karena memang menurut saya jalurnya mudah dipahami kok. Jalur kita mendaki dan turun terdapat batas jelas bekas pijakan-pijakan manusia dan terlihat garis lurusnya. Memang di kanan-kiri jalur terlihat lekukkan aliran bekas air yang cukup curam, bisa jadi itu mengarah ke area Blank 75. Makanya tetap konsentrasi dan usahakan tetap bersama tim agar tidak kehilangan arah. Kalau dulu ada cemoro tunggal sebagai penanda, sekarang tidak ada lagi.

Jalurnya jelas kok

Ikuti terus jalur yang sudah dibuat
Akhirnya kami sampai juga di Arcopodo, kami mulai menuruni setiap sisi Arcopodo. Gambaran Arcopodo sudah lebih terlihat. Benar saja, treknya seperti Cikuray yang menguras tenaga hanya saja bedanya di Arcopodo ini berpasir. Pantas kalau tadi sewaktu naik, beberapa kali saya harus break lantaran tidak kuat. O iya jangan khawatir tersesat di Arcopodo meskipun terpisah dari timnya karena ada penanda pita plastic di jalur yang kita lewati. Jalur yang tidak boleh dilewati juga ditutup oleh ranting pohon. Akhirnya tim elang terakhir baru sampai Kalimati jam satu siang. Bisa ditung berapa jam kami disana, 12 jam pulang pergi dari Kalimati-Puncak-Kalimati. Kami tidak banyak bicara karena sudah lelah, akhirnya kami berbaring di atas rumput Kalimati.

Trek Arcopodo
Reza menginstrusikan agar jam 3 sore kita mulai packing menuju Ranu Kumbolo. Tenaga sudah mulai terisi kembali. Kebetulan langit waktu itu sangat bersahabat, cuaca cerah dan Mahameru terlihat jelas dari Kalimati. Ternyata trek yang kami lalui itu seperti itu, berupa garis lurus tegak di punggungan Mahameru wowww keren banget deh si Mahameru.
Trek Mahameru terlihat jelas dari Kalimati
Bersiap kembali ke Ranu Kumbolo

Mahamaru Yesss!
Perjalanan turun menuju Jambangan-Cemoro Kandang tidak seberat kemarin ketika naik. Beberapa kali kami berpapasan dengan para pendaki da memberikan spirit untuk mereka supaya semangat dan bisa sampai puncak. Kami tiba di Cemoro Kandang dan beristirahat sejenak. Mendadak cuaca langsung dingin ekstrim karena memang sudah menjelang pukul 6 sore. Langit mulai gelap, kami menggunakan jaket untuk menghangatkan tubuh.
Kami melewati padang Verbena di Oro-Oro Ombo dalam keadaan gelap. Merinding juga kalau sendirian melintas di lembah yang gelap dan sepi ini. untuk menuju Ranu Kumbolo, kami tidak melewati padang Oro-Oro Ombo sepenuhnya untuk menghindari tanjakan curam menuju tanjakan cinta. Kami melewati punggungan bukit yang ada di samping kanan Oro-Oro Ombo dari arah Kalimati agar kami tidak perlu bersusah payah melewati tanjakan yang curam itu.
Akhirnya kami tiba di Tanjakan Cinta dan mulai menuruninya. Sayup-sayup terdengar senda gurau para pendaki di tenda-tenda yang ada di pinggir Rakum. Kami tiba denganselamat dan segera masuk tenda karena cuaca Rakum kembali dingin.
Petualangan seru sampai di puncak Mahameru masih terngiang di hati kami. Kini saatnya untuk beristirahat karena besok kami akan kembali ke Ranu Pani melalui jalur Ayak-Ayak.
Lebih lengkapnya, lihat video ini yukkk:
Cerita Selanjutnya:Petualangan Mahameru: (6) Kembali ke Ranu Pani Via Ayak-Ayak
Cerita Sebelumnya: Petualangan Mahameru: (4) Cemoro Kandang-Kalimati
Cerita Sebelumnya: Petualangan Mahameru: (3) Tanjakan Cinta-Oro-Oro Ombo
Cerita Sebelumnya: Petualangan Mahameru: (2) Ranu Pani-Ranu Kumbolo
Cerita Sebelumnya: Petualangan Mahameru: (1) Jakarta-Ranu Pani
Catatan:
Selama mendaki pastikan membawa makanan berkalori seperti coklat, kurma atau madu dna membawa air minum. Saya masih melihat ada pendaki yang tidak membawa minum. Akhirnya dia kehausan dan tidak bisa sampai ke atas.
Gunakan tas kecil atau day pack untuk summit attact.
Kita bisa mengukur kemampuan diri sendiri, pastikan membawa perlengkapan yang dibutuhkan. Saya kemarin membawa Oxygen sampai di puncak karena memang nafas saya kurang kuat jika terus-menerus jalan. Apalagi di atas sana oksigen semakin menipis.
Cerita Selanjutnya: Petualangan Mahameru: (6) Kembali ke Ranu Pani Via Ayak-Ayak
Indra Kusuma Sejati
evrinasp
mfrosiy
evrinasp
Pingback: Petualangan Mahameru: (6) Kembali ke Ranu Pani Via Ayak-Ayak | Evrina Budiastuti
Tri sulistiyowati
evrinasp
Lusi
evrinasp
Rolly
evrinasp
Mechta
evrinasp
prima hapsari
evrinasp
Dwi Puspita
evrinasp
Rini Astuti Handayani
evrinasp
Susindra
evrinasp
ipah kholipah
evrinasp
Rinie
evrinasp
angki
evrinasp
Noe
evrinasp
HM Zwan
evrinasp
Uniek Kaswarganti
evrinasp
Keke Naima
Mukhofas Al Fikri
evrinasp
amant's
evrinasp
Ezra Raditya
evrinasp
Pingback: Belajar Membuat Video Perjalanan - Evrina Budiastuti