Petualangan Mahameru: (5) Summit Attack (Arcopodo-Puncak Mahameru-Ranu Kumbolo)

“Tim elang ayo bangun, cuaca cerah nih kita bisa summit”

“Jam berapa emangnya za?”

“Udah jam 12 nih ayo bangun, tim lain udah pada berangkat”

***

Brrrrrrr…… dingin banget waktu membuka tenda. Kayanya ‘gak perlu ke Korea atau ke Eropa kalau mau melihat nafas kita yang keliatan uapnya. Tangan langsung otomatis bersedekap melipat di dada. Dingin banget dan masih gelap abis. Tapi pas keluar tenda di kanan kiri dan depan kami beberapa tim sudah siap untuk summit attack. Kita juga harus semangat dong, masa udah sampai Kalimati dengan berdarah-darah (lebay deh) ‘gak sampai puncak. Okay kita siap untuk summit attack. Mahameru is waiting.

Kami mulai melakukan persiapan. Apa saja yang disiapin? Melengkapi pakaian yang akan digunakan sewaktu muncak. Pakai jaket gunungnya, gunakan geiter untuk menahan pasir, headlamp, jas hujan untuk menahan angin, sarung tangan, buff, kupluk, dan jangan lupa trek pollnya ini penting banget buat hiking dengan lahan berpasir. Saya sarankan wajib menggunakan sepatu hiking ya, karena ada lho yang menggunakan sandal gunung, bahkan sandal jepit. Naik mungkin oke, tapi pas turun apa ‘gak sakit bergesekan langsung dengan pasir dan kerikil Semeru. Itu terserah sih, just an option.

Perlengkapan kami sudah siap untuk digunakan. Kamil dan Wahyu kemudian meminta kami untuk memakan makanan yang mereka masak, nasi dan sosis. Duh sumpah deh jam 1 malam disuruh makan, bener-bener ‘gak nafsu tapi memang perlu supaya ‘gak masuk angina di atas sana. Saya lebih memilih mengkonsumsi roti, madu dan coklat untuk sumber kalori. Kalau yang berat-berat di jam satu dini hari belum sanggup.

Nah, semua sudah siap. Reza memimpin doa dan menginstruksikan apapun yang terjadi tim elang harus bersama terus karena memang medan yang akan dilalui lebih berat daripada kemarin. Dengan sisa-sisa tenaga kita harus bisa mengukur kemampuan diri sendiri. Kalau memang tidak sanggup jangan dipaksakan. Memang sih untuk summit kitatidak membawa carrier. Itu membuat kita pede, tapi kenyataannya medan memang berat, so jangan dipaksakan jika tidak sanggup. Jika nanti sudah tidak sanggup di atas, duduk saja di pinggir dan jangan menghalangi jalan. Jangan lupa membawa perbekalannya terutama air karena akan terasa haus terus di atas sana.

“Summit Mahameru……”

“Bisaaaaa!”

Kami mulai berjalan melintasi Arcopodo yang berjarak 1,2 km dari Kalimati. Hutan Arcopodo ini sepertinya berupa hutan cemara juga kalau saya tidak salah lihat ya. Agak-agak lupa karena sudah tidak memperhatikan. Kami berangkat dari Kalimati sekitar jam 1 pagi dan baru sampai di kaki Mahameru sekitar jam 3-4 pagi. Saya, Iqbal dan ka Yiyi sepakat bahwa trek di Arcopodo sama sadisnya dengan trek Gunung Cikuray. Banyak undakan dan akar-akar tanaman serta pohon tumbang yang membuat trekking jadi menantang. Bedanya tanahnya berpasir, so bayangin aja sendiri gimana langkah per langkahnya. Saya jangan ditanya, beberapa kali saya minta break ke Reza yang memimpin di depan. Ini juga yang membuat akhirnya lama sampai puncak.

Penampakan Arcopodo singa hari

Arcopodo berhasil kami lewati, kini tantangan yang sesungguhnya di depan mata. Mendaki Mahameru. Ketika nengok ke atas sana sepertinya sangat dekat dan kami lihat sudah banyak lampu berkedap-kedip hingga atas, itu artinya sudah ada yang berhasil sampai puncak. Kami mulai melangkah ke punggung Mahameru. Saya sudah meniatkan ke diri sendiri bahwa puncak adalah bonus, kalaupun hanya sampai di punggungnya saja ya tidak apa-apa karena saya sudah mengukur diri-sendiri yang kelelahan. Saya membawa oxygen yang diberikan Reza karena memang nafas mulai pendek. Reza dan tim elang pertama sudah mulai mendaki terus ke depan. Saya, Ka Yiyi dan Om Wilson berjalan perlahan menyesuaikan ritme tubuh.

Suasana menjelang jam 5 pagi

Seleksi alam mulai terjadi, kami tertinggal jauh dari tim elang pertama. Kami bertiga sepakat untuk menikmati saja proses pendakian ini, jika memang lelah berhentilah dan tatap suguhan alam yang disajikan oleh Mahameru.

Jam 5 pagi kami sudah ada di setengah perjalanan. Semakin ke atas, lereng Mahameru semakin curam, berapa derajat ya kira-kira? Mirip kemiringan segitiga siku-siku yang 90 derajat kayanya. Semakin ke atas, pasirnya semakin sulit untuk ditapaki. Setiap satu langkah kaki, bisa turun dua langkah, itu bener lho karena saya merasakan sendiri. Kalau sudah begini saya memilih untuk istirahat dulu daripada galau ‘gak naik-naik. Setiap istirahat saya mulai menggunakan tabung oxygen karena kalau tidak saya akan merasa pusing dan mengantuk. Itu salah satu tanda kekurangan oxygen selain nafas yang terputus-putus. Jangan sampai ketiduran di punggung Mahameru, ananti bisa Hypotermia karena suhunya sangat dingin, apalagi angina bertipu dari segala sisi.

Om Wilson masih semangat

oksigen yang dibawa-bawa sampai atas

Matahari sudah mulai menampakkan dirinya, saya menikmati sunrise dari punggung Semeru. Indah sekali. Perlahan tirai itu mulai terbuka, lereng yang curampun terlihat, kini dia tidak terlihat menakutkan karena semua telah tersinari sempurna, hamparan hutan dan tempat kami berkemah juga kelihatan. Subhanallah sungguh indah ciptaan Allah.

Tetapi jangan terlena, teruslah melangkah. Semangat dan tenaga yang mulai kendur membuat saya hampir menyerah untuk tidak sampai puncak. Tapi ka Yiyi dan Om Wilson bahkan pendaki yang berpapasan dengan saya selalu memberikan semangat untuk tidak menyerah. Ini penting sekali lho, semangat dari orang-orang sekitar ketika kita mulai menyerang memberikan booster sendiri untuk saya. Apalagi di ¾ jalan menuju puncak berpapasan dengan satu keluarga yang terdiri dari ayah ibu, dua orang putri dan satu orang putra berusia > 7 tahun terus melangkah dan bertekad hingga sampai atas. Zafran, kami menyebut anak lelaki kecil itu, masa’ dia bisa terus kita engga?! Begitu Om Wilson memanas-manasi. Akhirnya dengan sisa tenaga dan sisa waktu kami terus melangkah.

Istirahat di punggung Gunung Semeru

Jangan menyerah, bentar lagi sampai puncak

“ayo cepetan 30 menit lagi sampai puncak, jam 9 udah ‘gak boleh”

Begitu teman-teman pendaki meneriaki dari atas. Mereka sudah sampai puncak dan bersiap turun. Kami masih melawan diri sendiri untuk bisa sampai puncak. Akhirnya titik itu mulai terlihat, bekas aliran pasir yang mengeras dan bongkahan batu besar yang merupakan pintu masuk menuju puncak mulai terlihat. Kami mulai semangat dan kembali diperingatkan untuk segera karena memang jam 9 tepat akan segera datang.

Akhirnya kami sampai juga di atas puncak. Unbelieveable, bisa juga sampai di puncak. Hal pertama yang saya tanyakan adalah:

“Mas dimana tulisan Mahamerunya?”

“Itu yang deket kawah blup-blup nya”

Itu saya lakukan karena memang hanya tersisa belasan menit menuju jam 9. Mengabadikan dulu di bendera dan tulisan puncak Mahameru sebagai bukti sudah berdiri di atas sana. Alhamdulillah senang sekali rasanya meskipun di atas sangat dingin, rasa takju kagum bercampur satu-persatu. Ternyata begini puncak Mahameru, berupa dataran berpasir yang cukup luas dan mampu menampung ratusan pendaki.

Sampai di puncak alhamdulillah

Di sebelah puncak terdapat kawah Jonggring Saloka yang mengeluarkan gas beracun. Ini yang harus dihindari oleh para pendaki dan ini pula yang membuat kita tidak boleh berlama-lama di sana. Bunyi Jonggring Saloka menggelegar membuat siapapun langsung nengok dihadapannya dan mengabadikan moment itu. Asap beracun yang dihasilkan berwarna coklat kekuningan yang pekat, terbang terbawa angina menjauhi kami. Saya mulai memperingatkan Om Wilson dan Ka Yiyi untuk segera turun. Karena dalam hitungan beberapa menit (5-10 menit kalau tak salah) Jonggring Saloka aktif mengeluarkan gas beracunnya.

Jonggring Saloka

Suasana di atas Puncak Mahameru

Kapan kamu kesini?

Percaya tidak, saya, Om Wilson dan Ka Yiyi adalah tiga dari empat pendaki terakhir yang sampai puncak. Di bawah kami tadi tidak ada lagi yang muncak. Kami sampai tertawa-tawa sendiri karena menjadi orang terakhir yang bisa muncak saat itu. Walaupun terakhir yang penting bisa sampai muncak, begitu Om Wilson mengatakan.

Perjalanan turun dari puncak tak seberat ketika mendaki. Kita tinggal mengikuti irama pasir saja. Rasanya seperti berselancar di atas air lho. Jika perjalanan mendaki memakan waktu 4-5 jam, maka perjalanan turun hanya memakan waktu 1,5 jam saja lho. Kami beberapa tiga kali istirahat sejenak di punggungan Mahameru, rasanya menyenangkan tidur di atas pasir Mahameru sambil menatap awan. Sesekali pendaki yang berada di atas kami berteriak “awas batuuuu” tetapi jangan khawatir, batunya ‘gak besar kok seperti difilm 5 CM itu. Batunya bersahabat.

Siap-siap turun

Nah, ini peringatan buat teman-teman pendaki. Sewaktu turun dari puncak santai saja ‘gak perlu lari. Karena ada pendaki yang lari dari puncak sana, akhirnya dia terjatuh menggelinding. Alhamdulillahnya dia tidak kenapa-kenapa, tapi cukup membuat dia pusing lantaran kepalanya duluan yang terkena pasir dan kerikil-kerikil kecil itu. Pendaki itu langsung berbaring di atas pasir. Makanya safety first ya, ‘gak usah maca-macam ketika berada di alam.

Puncak Mahameru terkeal dengan death zonenya. Saya malah tidak kepikiran soal Blank 75 yang terkenal itu ketika naik dan turun dari Mahameru karena memang menurut saya jalurnya mudah dipahami kok. Jalur kita mendaki dan turun terdapat batas jelas bekas pijakan-pijakan manusia dan terlihat garis lurusnya. Memang di kanan-kiri jalur terlihat lekukkan aliran bekas air yang cukup curam, bisa jadi itu mengarah ke area Blank 75. Makanya tetap konsentrasi dan usahakan tetap bersama tim agar tidak kehilangan arah. Kalau dulu ada cemoro tunggal sebagai penanda, sekarang tidak ada lagi.

Jalurnya jelas kok

Ikuti terus jalur yang sudah dibuat

Akhirnya kami sampai juga di Arcopodo, kami mulai menuruni setiap sisi Arcopodo. Gambaran Arcopodo sudah lebih terlihat. Benar saja, treknya seperti Cikuray yang menguras tenaga hanya saja bedanya di Arcopodo ini berpasir. Pantas kalau tadi sewaktu naik, beberapa kali saya harus break lantaran tidak kuat. O iya jangan khawatir tersesat di Arcopodo meskipun terpisah dari timnya karena ada penanda pita plastic di jalur yang kita lewati. Jalur yang tidak boleh dilewati juga ditutup oleh ranting pohon. Akhirnya tim elang terakhir baru sampai Kalimati jam satu siang. Bisa ditung berapa jam kami disana, 12 jam pulang pergi dari Kalimati-Puncak-Kalimati. Kami tidak banyak bicara karena sudah lelah, akhirnya kami berbaring di atas rumput Kalimati.

Trek Arcopodo

Reza menginstrusikan agar jam 3 sore kita mulai packing menuju Ranu Kumbolo. Tenaga sudah mulai terisi kembali. Kebetulan langit waktu itu sangat bersahabat, cuaca cerah dan Mahameru terlihat jelas dari Kalimati. Ternyata trek yang kami lalui itu seperti itu, berupa garis lurus tegak di punggungan Mahameru wowww keren banget deh si Mahameru.

Trek Mahameru terlihat jelas dari Kalimati

Bersiap kembali ke Ranu Kumbolo

Mahamaru Yesss!

Perjalanan turun menuju Jambangan-Cemoro Kandang tidak seberat kemarin ketika naik. Beberapa kali kami berpapasan dengan para pendaki da memberikan spirit untuk mereka supaya semangat dan bisa sampai puncak. Kami tiba di Cemoro Kandang dan beristirahat sejenak. Mendadak cuaca langsung dingin ekstrim karena memang sudah menjelang pukul 6 sore. Langit mulai gelap, kami menggunakan jaket untuk menghangatkan tubuh.

Kami melewati padang Verbena di Oro-Oro Ombo dalam keadaan gelap. Merinding juga kalau sendirian melintas di lembah yang gelap dan sepi ini. untuk menuju Ranu Kumbolo, kami tidak melewati padang Oro-Oro Ombo sepenuhnya untuk menghindari tanjakan curam menuju tanjakan cinta. Kami melewati punggungan bukit yang ada di samping kanan Oro-Oro Ombo dari arah Kalimati agar kami tidak perlu bersusah payah melewati tanjakan yang curam itu.

Akhirnya kami tiba di Tanjakan Cinta dan mulai menuruninya. Sayup-sayup terdengar senda gurau para pendaki di tenda-tenda yang ada di pinggir Rakum. Kami tiba denganselamat dan segera masuk tenda karena cuaca Rakum kembali dingin.

Petualangan seru sampai di puncak Mahameru masih terngiang di hati kami. Kini saatnya untuk beristirahat karena besok kami akan kembali ke Ranu Pani melalui jalur Ayak-Ayak.

Lebih lengkapnya, lihat video ini yukkk:

Cerita Selanjutnya:Petualangan Mahameru: (6) Kembali ke Ranu Pani Via Ayak-Ayak

Cerita Sebelumnya: Petualangan Mahameru: (4) Cemoro Kandang-Kalimati

Cerita Sebelumnya: Petualangan Mahameru: (3) Tanjakan Cinta-Oro-Oro Ombo

Cerita Sebelumnya: Petualangan Mahameru: (2) Ranu Pani-Ranu Kumbolo

Cerita Sebelumnya: Petualangan Mahameru: (1) Jakarta-Ranu Pani

Catatan:

Selama mendaki pastikan membawa makanan berkalori seperti coklat, kurma atau madu dna membawa air minum. Saya masih melihat ada pendaki yang tidak membawa minum. Akhirnya dia kehausan dan tidak bisa sampai ke atas.

Gunakan tas kecil atau day pack untuk summit attact.

Kita bisa mengukur kemampuan diri sendiri, pastikan membawa perlengkapan yang dibutuhkan. Saya kemarin membawa Oxygen sampai di puncak karena memang nafas saya kurang kuat jika terus-menerus jalan. Apalagi di atas sana oksigen semakin menipis.

Cerita Selanjutnya: Petualangan Mahameru: (6) Kembali ke Ranu Pani Via Ayak-Ayak

41 Comments

  1. Indra Kusuma Sejati

    Reply

    Kisah petualangan yang mengasyikan Mba, apalagi akan membarikan kita sebuah pengalaman yang menarik tersendiri.

  2. Reply

    Perjuangan keras yang akhirnya berbuah manis ya mbak. Bisa menatap keelokan negeri di atas awan:D Keren!!!!

  3. Pingback: Petualangan Mahameru: (6) Kembali ke Ranu Pani Via Ayak-Ayak | Evrina Budiastuti

  4. Reply

    Mbak, saya udah baca…mulai dari 6-1-2-3-4-5, he..he! Keren mbak petualangannya. Serasa nonton jejak petualang jaman namanya masih tv 7, hostnya riyani djangkaru 🙂 selamat untuk 5 th anniversary nya yaa…..semoga langgeng….bahagia 🙂

    • Reply

      aamiin terimakasih mbak Tri atas doanya, terimakasih juga sudah membaca, kalo yg ini namanya Evrina Djangkaru hehe

  5. Lusi

    Reply

    Hahaaa ekstrem banget buatku. Salut dirimu lah pokoknya. Keren banget. Terakhir aku mendaki cuma bukit, sewaktu kuliah, itupun diantar anak2 kecil warga setempat. Kalau orang desa sangunya gula jawa & daging kelapa utk stamina katanya. Aku sih bawa coklat.

    • Reply

      iya ada yang bawa gula juga kok Mbak Lusi, soalnya ini udah cita2 mbak jadinya yah harus dicapai walopun berat 😀

    • Reply

      iya saya paling terakhir mbak karena udah gak kuat, cemoro tunggalnya kena longsoran mbak, jadinya hilang

  6. Reply

    Salut dech, masih bersemangat buat naik gunung, bareng misua lagi. So adventure romantic,hahaha. Ikut bersemangat mbak nyimak cerita saat mo summit, wow…

  7. Rini Astuti Handayani

    Reply

    Mak, ngebacanya merinding Mak. Fotonya keren-keren semua.

    Kemarin tanggal 13 harusnya aku ikutan kesana, tetapi karena dirasa persiapan yang kurang, jadi aku batalkan untuk diundur sampai siap Mak. karena naik Gunung Prau aja gak karuan rasanya.

    Semoga aku bisa mencapai Mahameru, Mak. 😀

    • Reply

      sip memang kalo lagi kurang fit jangan dipaksakan, nanti malah merugikan diri sendiri, intinya safety first, kalo yakin baru deh jalan

  8. Reply

    Ceritanya seru sekali mbak. Ikut deg degan membacanya.
    Ketika sampai di pendaki cilik itu, aduh, jadi ingat waktu mendaki Merbabu dan sering diolok2 teman krn tak kalah sigap dgn anak2 kecil yg mendaki.

  9. ipah kholipah

    Reply

    wooow mwndaki gunung mba cape, lelah,lesu pastinya ya mba 🙂

  10. Rinie

    Reply

    indahnya pemandangannya. kapan ya saya bisa mendaki gunung.
    ya mba Evrina, kalo udah make fisik mesti sedia air minum. apalagi mendaki. saya yg belum pernah aja udah ngebayangin tenaga yang dikeluarin buat naik turun gunung.

    • Reply

      iya air harus bener2 sedia. saya setengah jalan airnya udah abis, alhamdulillah dapet tambahan dari pendaki yang turun

  11. Noe

    Reply

    Semogaaaa…aku bisa kesana juga, atau paling ngga anak2ku. Aamiin… You rock mba, klo gunung2an aku kalaaah deh 😀

  12. Reply

    Masya Allah,kebayang ngos2annya tapi pas sampai puncak lega bangettt….saya aja yang nanjak bromo udah ngos2an gimana naik ke puncak mahameru ya hehehe. perjalanan yang mengesankan^^

  13. Reply

    uwoooww…baca ini jadi kangen sama mahameru… tahun 1994 dan 1995 aku dulu muncak ke sana. duh ketauan tuwirnya ya mba hihihiii… dulu muncaknya bareng sama pacar yg sekarang jadi suamiku, plus teman2 lainnya dari Wapeala Undip 😉
    Pas turun itu enak banget kayak lagi main ski ya hahahaa…sluruuut sluruuutt grobyak *jatuh deh 😀 Mbayangin klo sekarang mau kesana lagi mah udah ga kuaaatt… kegedean pantat dan tas pinggang nih 😉

    • Reply

      mbaaaakkk saya tahun 94 itu masih kelas 4 SD mbakkkk, wah ternyata sudah duluan ke sana ya, iya nih mumpung kuat soalnya

  14. Keke Naima

    Reply

    mendaki gunung memang penting untuk tertib ya, Mak. Ikutin aja jalur yang udah ada. Insya Allah, selamat 🙂

  15. amant's

    Reply

    dah baca semua comment tambah kekar perasaan pingin menginjakkan kaki .
    yah tinggal nunggu ……. mudahan tahun ini bisa sampai semoga mimpiku jadi kenyataan ,soal nya cuma denger cerita doang

  16. Ezra Raditya

    Reply

    Mbak pas lewat hutan cemara sebelum Ke Kalimati itu ada jalurnya ga, kompasnya arah kemana…?

  17. Pingback: Belajar Membuat Video Perjalanan - Evrina Budiastuti

Leave Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *