Memasuki gerbang pendakian via Selo, kami disambut sekelompok LSM yang membagikan satu kantong plastik hitam untuk membawa sampah. Mereka bilang “mbak mas pendaki tolong sampahnya dibawa turun ya”, siap mbak mas juga kami pasti bawa turun, soalnya kami juga ‘gak suka kok nyampah di atas. Sewaktu pendakian ke Semeru yang lalu ada Syamsudin yang jadi polisi kebersihan, sekarang karena Syam ‘gak ikutan biar saya yang wanti-wanti ke teman-teman. Tapi nanti yang bawa sampah bapak-bapak saja ya hehe *piye tho mbak yu*.
Saya ngerti mengapa bu ketu a.k.a Mbak Weyna menjadikan Merbabu sebagai gunung favoritnya. Bayangkan ini pendakian doi yang kedua, dan akan ada yang ketiga dan keempat mungkin. Lah mbak ‘gak bosen? Iya gimana ‘gak bosen. Pendakian pertama saja kita disuguhi hamparan hijau hutan pinus yang rindang, sejuk dan asri banget. Kalau boleh dianalogikan, kesejukannya mirip di Cikuray dan Gunung Halimun. Sayangnya musim kemarau seperti ini debu Merbabu sangat ganas, jadi siapapun yang mau hiking ke Merbabu mesti siap yang namanya masker atau buff serta kaca mata untuk menghalau masuknya debu ke hidung, telinga dan mata. Jangan heran ya kalau ada pendaki perempuan yang terlihat kumisan, ya karena itu debunya menempel di wajah kita.
Pendakian via Selo ini jalurnya menanjak terus tapi ada bonus dataran. Iya kami menyebut bonus setelah menempuh tanjakan atau turunan panjang. Berbeda jika kita naik via Wekas, asli dah itu tidak ada bonus, naikkkkkk terus, pegel deh kaki. Kami termaksud pendaki santai, kalau sudah cape ya istirahat dimana pun itu. Di tempat kami bersitirahat sudah terlihat puncaknya Gunung Merapi lho. Nah, ini salah satu keindahan lagi yang ditawarkan oleh Merbabu, kalau nanti sudah sampai puncaknya, kita akan bisa melihat Gunung Merapi yang berdiri tegak berdampingan dengan Merbabu, Gunung Sindoro, Sumbing serta Gunung Lawu. Belum lagi hamparan sabana dan awan putihnya, ajibbb banget deh.
Jalan lagi yuk, akhirnya setelah berjalan sekian lama kami tiba juga di Pos 1 yaitu Dok Malang. Di sini kami istirahat sejenak sambil minum dan mengkonsumsi pangan yang manis seperti cokelat atau madu. Itu penting lho untuk menambah kalori. Pos Dok Malang ini berupa dataran bonus yang masih ditumbuhi vegetasi rindang. Tapi debunya sudah mulai berasa, so masker tetap harus dipakai.
Lanjut lagi yuk pemirsa, kita jalan lagi untuk menuju pos selanjutnya. Mau tau seperti apa ganasnya debu Merbabu, lihatlah pijakan kaki saya ini, nanti makin ke atas akan makin berdebu karena tertiup angin dan terhempas oleh pijakan para pendaki.
Jalur semakin berliku, menanjak dan semakin berkurang vegetasi. Debu juga semakin tajam setajam sengatan matahari. Tapi percayalah meskipun panas terik, suhu tetap dingin sehingga badan masih terasa enak meskipun cuaca terlihat panas.
Ada satu jalur yang mengharuskan pendaki antri ketika naik atau turun. Maklum jalurnya sempit dan hanya muat dilalui oleh satu baris pendaki. Jalur itu berupa terowongan kecil. Sambil menunggu teman yang lainnya, saya sempat mengabadikan kondisi tersebut.
Setelah antrian sepi, kami berjalan lagi menuju Pos 2 yaitu Pandean. Di sini ada beberapa pendaki yang membuat tenda. Kami membuat bivak saja sebagai peneduh. Di pos ini kami memasak mi rebus special yang menjadi rebutan karena lapar sangat. Chef Kamil dan Wahyu entah kenapa selalu yang paling doyan urusan masak memasak. Seolah panggilan alam, mereka langsung menggelar nesting, kompor dan logistic. Jadilah mi rebus special lengkap dengan teri kiriman Yunita yang tidak bisa ikut ludes dimakan kami sebanyak 14 orang.
O iya di samping kami ada pendaki lain yang sedang menyalakan music. Enak bener deh kita makan di atas gunung full music pula. Tapi tau tidak ternyata dia memakai sound system or speaker alami lho yang dibuat dari potongan botol plastic. Ajibbb kreatif banget dia.
Istirahatnya sudah, makan juga sudah kenyang. Waktunya kita mendaki lagi. saya lupa jam berpa, tapi yang pasti sudah lewat tengah hari. Kalau tidak salah sudah pukul 14:00 WIB. Mbak Weyna minta waktu untuk istirahat. Dia hendak tidur sebentar di pos 2. Kami dipersilahkan untuk berjalan duluan.
Trek menuju Pos 3 lebih dasyat lagi, semakin menanjak dengan lapisan debu yang tebal. Saya beberapa kali istirahat karena memang lumayan cape untuk melaluinya. Namun trek ini masih berupa trek miring yang belum terlalu vertical. Vegetasi sudah benar-benar berkurang digantikan oleh pepohonan.
Akhirnya setelah menempun waktu selama 30 menit, kami sampai juga di Pos 3 yaitu Batu Tulis. Wow di Pos 3 ini pemandangan sudah mulai cantik banget. Banyak pendaki yang ngecamp di sini, ada juga yang mengabadikan moment ketika Gunung Merapi terlihat pada salah satu bukit. Kami tak mau ketinggalan untuk mengabadikan diri di Pos 3 ini.
Sebaiknya jangan nengok ke belakang dulu, karena di belakang itu ada trek dasyat yang vertical abis untuk menuju Sabana 1. Sumpah deh itu panjang dan vertical abis, tak ada pegangan abis, udah gitu debuan pula, so kita harus hati-hati.
Trek poll sangat bermanfaat banget di sini untuk membantu kita hingga sampai di atas Sabana 1. Sudah jangan dibayangin, jalanin saja, begini lho trek menuju Sabana 1:
Gimana? Ekstrim bosssss, baik naik atau turun sama ekstrimnya, tapi mendingan naik sih. Teman-teman yang turun pada ketakutan lho. Kalau naik kan tidak perlu melihat ke atas. Akhirnya kami tiba juga di Sabana 1. Perjuangan ke atas sini tak sia-sia karena mendapatkan suguhan indah Gunung Merapi. Yuhuuu kita sudah di atas awan nih ceritanya.
Kami tiba di Sabana 1 sekitar pukul 16:30. Di sini kami berisitirahat sejenak sambil mengeluarkan jaket gunung karena udara sudah mulai dingin. Kami tidak akan ngecamp di Sabana 1 karena masih terlalu jauh dari puncak. Rencananya kami akan membuat tenda di Sabana 2. Itu artinya perjuangan kami masih berlanjut lagi.
Trek ke Sabana 2 tidak terlalu ekstrim seperti ke Sabana 1 yang vertical abis. Kita hanya mendaki punggungan bukit saja yang lumayan juga sih menguras tenaga. Apalagi Sabana 2 sudah mendekati puncak yang artinya selama pendakian tekanan udara semakin kencang. Saya dan em Yiyi adalah dua anggota terkahir yang berhasil sampai di Sabana 2. Saya melihat teman-teman di sana sedang membuat tenda untuk tempat kami beristirahat.
Mau tau seperti apa suasana malam di Sabana 2? Seperti berada di pantai. Tapi pantainya yang langsung berhadapan dengan samudera. Anginnya berhembus kencang mencabik-cabik tenda *maaf kalau lebay tapi memang seperti itu*. “Tenang tenda kita aman kok karena terbuat dari baja” begitu Mbak Weyna mengatakan. Saya, Mbak Weyna dan Dwi berada dalam satu tenda. Kami langsung masuk dalam Sleeping Bag berlapiskan jaket, sarung tangan, kaus kaki dan kupluk. Kamis egera terlelap karena lelah sampai tak sadar kalau para chef sudah memasak nugget lezat untuk makan malam.
Kami istirahat dulu ya, cerita Sabana 2 nya di keep untuk postingan selanjutnya ya hingga nanti summit attack. Biar pada penasaran soalnya ‘gak nyesel deh di Sabana 2.
Ini bocoran foto di Sabana 2:
Mau lebih jelas lagi? lihat versi You Tube nya yuk:
Cerita Selanjutnya: Petualangan Merbabu: (3) Sabana 2-Summit Attack
Cerita Sebelumnya: Petualangan Merbabu: Jakarta-Selo
Catatan:
- Trek poll sangat membantu ketika kita naik dari pos 3 menuju sabana 1, soalnya treknya vertical bingits lho
- Gunakan sepatu ya, jangan sandal gunung soalnya ada yang terpleset waktu naik menggunakan sandal
- Kalau mau ngecamp di Sabana 2, tendanya harus benar-benar kuat karena anginnya super duper kencang. Namanya juga sabana, jadi tidak ada hamparan pohon, yang ada hanya hamparan rumput saja jadi tidak ada yang menahan hembusan angin.
Rohmah Azza
evrinasp
Wenawey
evrinasp
Nia Haryanto
evrinasp
Windah
evrinasp
Pingback: Petualangan Merbabu: (3) Sabana 2-Summit Attack | Evrina Budiastuti
Ria Citinjaks
evrinasp