“Ayo cepet kita turun, sudah jam 2 nih, nanti kesorean”
“Perkiraan nyampe basecamp jam berapa emang?”
“Magrib kayanya kita udah nyampe soalnya kalo naik via Wekas normalnya 5 jam, berarti kalo turun lebih cepat”
Itu ekspektasinya ya pemirsa, kenyataanya kita baru nyampe basecamp jam 9 malam, jauh dari perkiraan. Hah lama amat, ngapain aja? Soalnya jalur turun via Wekas ini awalnya cukup ekstrim melalui medan berbatu, jadi agak lama jalannya, kemudian setelah melewati jalur berbatu tersebut kita harus melalui trek roller coaster yang panjang hingga akhirnya turun terus tanpa bonus. Kaki rasanya seperti mau copot dan lagi-lagi saya, em Yiyi dan Om Wilson jadi urutan terakhir yang turun dengan selamat hingga ke basecamp. Tapi sekarang ditemani oleh dua orang lagi yaitu Pendi dan Wahyu. Rupanya mereka juga lelah hehe.
Jadi begini, dari Pucak Kenteng Songo kami mengambil jalur menurun sebelah kanan ke arah Wekas. Baru pertama turun saja sudah ekstrim jalurnya berupa batu-batu yang susunannya vertical. Kami harus mengantri untuk turun karena kalau semua sekaligus dikhawatirkan batuan tersebut tidak kuat dan menimpa teman yang ada di bawah. Kalau menurut saya, jalur seperti ini mending dipakai untuk naik ketimbang turun, soalnya bisa jiper duluan melihat ke bawah yang curam. Wahyu yang biasanya berani saja sampai ikut ngesot pegangan dinding jalur, apalagi saya. Ngesot is the best lah waktu itu.
Menuju jalur jembatan setan yang terkenal itu, saya mulai kebingungan mau berpijak seperti apa. Kemudian mas-mas yang sedang mengantri memberi saran untuk melepaskan carrier yang saya bawa supaya tidak memberatkan ketika turun. Carrier dioper ke bawah terlebih dahulu, baru kemudian saya turun. Ya ampunnn itu pemandangan di bawah ada jurang pemirsa, wes kapok deh gak mau lewat jalur ini. Tapi setelah itu masih ada satu jalur lagi yang buat saya sih ekstrim dan gak mau lewat situ lagi.
Jalur itu namanya Jembatan Setan. Meskipun namanya jembatan, tapi itu bukan jembatan lho. Itu berupa dinding batu yang harus kita lewati sepanjang 4 meter dengan ketinggian jurang di bawahnya sebesar 2-3 meter. Lumayan kan ekstrim? Kalau jatuh bahaya juga soalnya di bawah itu bebatuan. Masalahnya, tempat untuk berpijaknya tidak lebar, hanya seukuran setapak kaki saja dan itupun kita harus meraba-raba dinding batu untuk berpegangan serta harus mepet dinding supaya tidak jatuh. Bayangin deh bawa carrier berat lalu kita harus lewat jalur itu. Saya sampai dibantu beberapa pendaki yang ada di bawah dan sampai menginjak tangan mas pendaki supaya bisa turun. Makasih ya yang sudah bantuin saya. Tapi berbeda sama Aris, nampaknya dia kecewa dengan jembatan setan karena dia pikir ekstrim abis, tapi rupanya tidak seekstrim yang dia pikirkan. Maklum Aris sudah membeli safety belt dan ternyata tidak terpakai haha.
Sambil menunggu teman-teman lain yang masih berjuang melalui jembatan setan, saya, Em Yiyi, Mbak Weyna, Bintar dan Kamil berjalan lebih dulu ke arah trek roller coaster dekat dengan Puncak Syarif. Mengapa dinamakan trek Roller Coaster? Itu karena jalurnya yang panjang berliku mirip roller coaster. Pemandangan di sana tidak usah ditanya lagi deh, indah pakai banget, apalagi kami berada di tengah-tengah sedangkan kiri-kanan kami perbukitan. O iya di jalur Wekas ini kita masih bisa mencium bau belerang lho tetapi tidak terlalu menyengat karena jumlahnya hanya sedikit. Belerang ini merupakan sisa-sisa letusan Merbabu zaman dulu kala.
Ayo kita lanjut lagi, trek roller coaster ini terus menurun dan mulai berdebu meskipun ada bebatuan. Saya dua kali terpleset ketika turun, sepertinya saya mulai kurang konsentrasi, apalagi air minum sudah habis. Sebaiknya persediaan air minum tetap harus ada karena kita baru akan menemui sumber mata air pada pos 2 yang jaraknya cukup jauh dari atas. Setelah beberapa menit berjalan, akhirnya kami tiba di suatu dataran yang agak luas ketimbang tempat lainnya. Di sini saya mulai mengenakan jaket dan mengeluarkan headlamp karena waktu sudah menunjukkan pukul 17:00 WIB yang artinya sebentar lagi akan gelap. Tim elang sebagian sudah jalan terlebih dahulu sementara saya, Em Yiyi, dan Pendi menjadi yang terakhir.
Awalnya kami agak bingung mau lewat kiri atau kanan, setelah berteriak-teriak memanggil tim elang yang sudah ada di bawah, kami kemudian berjalan ke kanan. Jalurnya terus menurun yang didominasi oleh tanah berdebu. Beberapa kali kami istirahat karena kaki sudah tidak kuat. Istirahat 5 menit cukup memberikan tenaga bagi kami untuk melanjutkan perjalannan. Kami berkali-kali berpapasan dengan pendai yang hendak naik *heran jam segini mau ada yang muncak* dan bertanya dimana pos 2. Mereka bilang masih jauh, kalau sudah begini jalani terus karena kalau terus bertanya malah jadi beban mental hehe.
Akhirnya tiba juga di Pos 2, ada sumber air pemirsa. Kami ramai-ramai mengisi tempat minum kembali dan mengisi dahaga ami. Tepat di hadapan kami terdapat Gunung Sindoro serta Sumbing yang cantik tertimpa cahaya matahari yang sendak hilang di ufuk barat. Cantik dan mistis suasana saat itu. Setelah prepare akhirnya kami melanjutkan perjalanan kembali.
Sepanjang perjalanan terdapat pipa-pipa berukuran besar maupun kecil yang tersambung dari jalur mata air di pos 2. Rupanya pipa ini dibuat oleh warga untuk mengalirkan sumber mata air ke rumah-rumah mereka. Jika mata air tidak mengalir, maka warga akan kesulitan memperoleh air.
Tim Elang pertama sudah jauh di bawah sana, yang tersisa adalah kami berlima (saya, em Yiyi, Pendi, Om Wilson dan Wahyu). Kami sudah sangat lelah, kaki juga sudah sangat sakit karena jalanan terus menurun tanpa ada bonus. Akhirnya kami tiba di pos 1 berupa dataran yang cukup luas. Di situ saya melihat ada serang anak kecil yang berusia 2-3 tahunan menangis digendong oleh beberapa para pendaki beserta orang tuanya. Saya berpikir sebaiknya anak-anak yang masih balita jangan dibawa dulu untuk mendaki ke Merbabu karena jalurnya ekstrim, apalagi di sini sangat dingin dan berdebu jadi agak bahaya untuk anak-anak. Rombongan itu sudah jalan lebih dahulu dan kami jauh tertinggal.
Kami melanjutkan perjalanan kembali sambil berpikir, kapan ini sampai ke bawah. Memang sih sudah terdengar suara speaker masjid tapi lampu-lampu yang bersinar dari pemukiman terlihat masih sangat jauh. Kalau sudah begini pasrah saja dan terus jalani hingga akhirnya kami tiba di suatu bangunan kotak dan terdapat dua buah ojeg yang menunggu di sana. Tanpa basa-basi lagi saya langsung minta ojeg untuk mengantar sampai basecamp.
Keputusan menggunakan ojeg sangat tepat karena setelah itu kita akan terus turun menelusuri jalur con block, bayangin kaki sudah kesakitan ditambah turunan yang seperti ini, bisa-bisa copot beneran. Apalagi bangunan kotak itu rupanya merupakan makam lho, kalau lama-lama di sana serem juga. Sebelumnya ternyata Kamil menunggu kami yang ada di belakang. Dia sendirian menunggu kami di dekat bangunan itu tanpa headlamp. Untungnya dia tidak tau kalau di situ makam, coba kalau tau bisa lari dia. Kamil baru tau kalau di situ ada makam setelah sampai basecamp hehe.
Setelah sampai basecamp hal pertama yang kami lakukan adalah memesan mi rebus telur dan teh manis hangat untuk mengembalikan kalori tubuh kami. Maklum sejak siang belum makan, dan baru makan lagi jam 9 malam. Saya sampai menambah minum teh manis hangat, begitu juga dengan teman-teman lainnya. Selepas makan, kami langsung bersih-bersih di kamar mandi yang tersedia. Airnya sumpah dingin abis seperti air freezer. Magelang gitu lho apalagi di kaki Merbabu.
Setelah semua beres, akhirnya kami mulai meninggalkan Wekas dengan menaiki Elf yang sudah menunggu sejak tadi. Namanya juga kelelahan, saya baru sadar kalau ada beberapa barang yang tertinggal seperti jam tangan dan trek poll. Jam tangan kuh dan trek poll kenangan yang sudah membawa saya hingga Puncak Semeru ketinggalan di Wekas, duhhh sedih banget. Semoga mereka baik-baik saja di Wekas dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh masyarakat *halah*. Tapi yang ketinggalan gak cuma saya lho, dua trek poll Mbak Weyna juga ketinggalan, Trek Poll Dwi juga tertinggal di Wekas. Wes sudah ikhlasin saja.
Akhirnya kami tiba di Stasiun Semarang Tawang pukul 1:00 lewat, mata sudah ngantuk, badan sudah pegal semua tapi kami membawa semangat dan cerita baru.
Demikianlah petualangan Tim Elang ke Merbabu, sebuah petualangan kebersamaan kami. Petualangan kami akan berlanjut pada bulan November nanti, insyaa Allah kali ini tidak ingin ke tempat yang ekstrim-ekstrim dulu, kami rencananya mau berpetualang ke Krakatau. Doakan ya semoga sukses lagi.
Terimakasih sudah membaca kisah kami yang aneh bin ajaib, semoga bermanfaat untuk para pembaca.
Salam Lestari dari Tim Elang Adventures.
Lebih lengkap, lihat versi You Tube nya yuk:
Catatan:
- Harga mi rebus telur murah hanya Rp. 8000,- saja, kalau teh manisnya lupa hehe
- Cek lagi barang-barang yang dibawa sebelum pergi meninggalkan basecamp
- Usahakan tetap tersedia makanan ringan dan minuman ketika perjalanan turun
- Sewa elf hingga stasiun tawang masih sama Rp. 700.000,- per elf
Wenawey
evrinasp
Nunung Yuni A
evrinasp
Nefertite Fatriyanti
evrinasp
Hastira
evrinasp
ade anita
evrinasp
dweedy
evrinasp
Arifinda D. Putri
evrinasp
bintar dwi
evrinasp
muha
evrinasp
nur islah
evrinasp