Petualangan Rinjani: (3) Plawangan Sembalun

plawangan-sembalun

Medan Rinjani yang sesungguhnya ada di depan mata, kami harus melewati tujuh bukit penyesalan agar sampai di Plawangan Sembalun. Saya menuliskan ini sambil menarik napas panjang akibat mengingat kembali ketika melewati tujuh bukit yang dikenal dengan nama bukit penyesalan. Tidak ada bonus ketika mendaki tujuh bukit ini, semuanya hanya perjalanan naik yang membutuhkan kesabaran dan stamina agar kita bisa melewatinya. Sebelum itu, bagi teman-teman yang belum membaca kisah sebelumnya dapat melihat di tautan berikut ini:

Petualangan Rinjani: (1) Jakarta-Sembalun

Petualangan Rinjani: (2) Menuju Pos 3

Bukit Penyesalan Plawangan Sembalun

Pagi hari selepas bangun tidur, saya langsung melihat pemandangan di sekitar. Setelah malam tadi saya terkena demam, pagi harinya alhamdulillah sudah merasa lebih segar. Terlihat di depan saya ada Pak Juhaini, Anin dan Kamil sedang sibuk memasak. Saya melihat di sekitar tenda, para pendaki sedang sarapan dan sebagian sudah mulai packing meninggalkan pos tiga.

plawangan-sembalun

suasana pagi hari, Gunung rinjani terlihat di belakang berwarna abu-abu

Mata saya menerawang ke atas, benar-benar ke atas hingga leher terasa pegal. Itu artinya trek yang harus kami lewati ini memang lebih tinggi dengan medan yang terus menanjak. Gunung Rinjani sedang tidak tertutup oleh awan putih membuat saya melihat dengan jelas betapa tinggi dan megahnya dia berdiri.

plawangan-sembalun

Om wilson sedang melihat ke atas medan yang sangat tinggi

Kami langsung sarapan begitu Pak Juhaini memberikan aba-aba bahwa makanan sudah matang. Sarapan yang dibuat oleh Pak Juhaini langsung kami santap dengan cepat untuk menghemat waktu mengingat perjalanan kami masih panjang melewati tujuh bukit penyesalan. Setelah sarapan, saya segera berganti pakaian menggunakan pakaian yang kemarin dipakai untuk menghemat baju. Kalau di gunung kita tidak perlu sungkan takut merasa bau dan sebagainya, karena pada saat mendaki pasti tubuh akan berkeringat sehingga membuat baju menjadi basah. Jadi wajar saja jika kita menimbulkan bau keringat atau bau matahari.

Persiapan sudah selesai, kami dipersilahkan untuk jalan lebih dulu sementara Pak Juhaini dan Anin berangkat belakangan. Pijakan bukit pertama langsung menanjak drastis, saya beberapa kali terdiam sambil berdiri karena tubuh belum beradaptasi. Memang ya kalau terus melihat ke atas dan tidak mau berjalan, maka kita tidak akan pernah sampai ke puncak. Itu sebabnya jika sedang menghadapi tantangan seperti ini kita harus bisa membuat diri menikmati segala prosesnya.

Gunung Rinjani menunggu untuk didaki, Sumber Foto: Om Wilson
plawangan-sembalun

Mendaki bukit penyesalan, terlihat deretan pendaki yang jauh di sana sedang naik ke atas bukit

Berkat itu, saya tidak terlalu menyadari bahwa saya dan teman-teman ternyata sudah sampai di bukit ketiga. Di sini kami beristirahat sambil mengaktifkan sinyal smartphone. Rupanya sinyal cukup bagus saat itu sehingga membuat pendaki bisa melakukan panggilan ke luar. Saya juga memanfaatkan moment ini untuk menelpon Alfi yang ada di rumah. Syukurlah dia baik-baik saja, kami juga mengabari orang rumah kalau sedang mendaki bukit untuk menuju Plawangan Sembalun.

Tak beberapa lama kami langsung mendaki kembali agar cepat beristirahat di Plawangan Sembalun nantinya. Kali ini saya lebih fresh karena hamparan pemandangan yang hijau sangat memanjakan mata, apalagi tubuh sudah mulai beradaptasi membuat saya cukup rileks ketika melangkah.

plawangan-sembalun

Melagkah kembali dengan ceria

Akhirnya kami tiba di pos bayangan. Seingat saya ini di bukit ke-empat apabila tidak salah. Di sini kami melepas carrier untuk mengurangi beban pundak sambil beristirahat bersender pada pohon yang ada. Saya melihat para pendaki yang naik dan turun, ada yang membawa sepeda hingga atas, ada beberapa turis yang berlari cepat, dan ada juga yang mendaki sambil mendengarkan musik. Sekali lagi saya melihat ke atas bahwa masih ada tiga bukit yang harus kami lalui.

plawangan-sembalun

di pos bayangan beristirahat sejenak

plawangan-sembalun

Banyak pendaki yang hilir mudik

Bukit ke-lima dan enam masih sama dengan bukit sebelumnya. Nah, mulai bukit ketujuh ini perjalanannya agak panjang dan terus menanjak. Saya mendengar pendaki Malaysia yang mengatakan bahwa ini merupakan bukit taubat lantaran panjangnya trek membuat siapapun kapok untuk mengulanginya. Tetapi saya yakin bahwa pasti nanti akan sampai juga di atas, jadi sekali lagi nikmati saja semua prosesnya.

plawangan-sembalun

Kita sudah berada di ketinggian, lihat deh saya mulai kelelahan

plawangan sembalun

Akhirnya sampai juga setahap demi setahap

Memasuki bukit kelima, daratan di bawah kami mulai sulit terlihat. Apalagi kabut juga hilir mudik setiap saat akibat terbawa tiupan angin. Jika kabut sudah turun, kami tidak bisa lagi berlama-lama di perjalanan, karena semakin lama kami terdiam maka akan membuat badan menjadi dingin. Untuk itu kami segera bergegas menghabiskan bukit demi bukit hingga tiba di Plawangan. Akhirnya setelah melalui perjuangan cukup panjang, kami tiba juga di Plawangan Sembalun. Di sana sudah berdiri empat tenda yang menjadi tempat kami menginap. Pak Juhaini sudah memasak dan teman-teman yang lain terlihat beristirahat karena kelelahan, sementara saya terkagum-kagum menikmati pemandangan alam dari Plawangan Sembalun.

Plawangan Sembalun Rinjani

plawangan-sembalun

Kemah di Plawangan Sembalun, sumber foto: Om Wilson

Ternyata kami mendirikan tenda di pinggiran jalan Kaldera Rinjani. Jaraknya sempit sekali, kiri dan kanan sama-sama jurang sehingga kita harus hati-hati ketika melangkah. Hamparan kabut berbentuk awan mulai mendatangi sisi depan dan belakang dari tenda membuat saya tertegun lama menikmati fenomena alam ini.

Namun lamunan saya buyar seketika pada saat Pak Juhaini menawarkan teh manis panas untuk segera diminum guna mengembalikan energi. Masakan sudah mulai matang, kami menikmati pecel kangkung di atas awan. Sensasinya sungguh nikmat, terasa tidak ada beban apalagi dinikmati bersama dengan kawan seperjuangan.

plawangan-sembalun

Kabut turun di sekitar Plawangan Sembalun

Menikmati santap siang bersama, kiri-kanan: Evrina, Yiyi (my hubby), Kamil, dan Bintar

Menikmati santap siang bersama, kiri-kanan: Evrina, Yiyi (my hubby), Kamil, dan Bintar

plawangan-sembalun

Santap siang di atas Plawangan Sembalun

Sore hari saya mulai terbangun akibat mendengar suara teman-teman yang berteriak bahwa danau Segara Anak terlihat dari Plawangan Sembalun. Saya langsung keluar tenda dan menyaksikan keindahan pemandangan tersebut. Subhanallah sungguh indah nian, pintu awan sudah terbuka memperlihatkan keindahan danau Segara Anak. Kami semua berteriak dan bertepuk tangan termasuk juga para pendaki asing yang turut terpukau dengan pemandangan ini.

plawangan-sembalun

Danau Segara Anak dari Plawangan Sembalun

plawangan-sembalun

Menghangatkan diri sambil membuat minuman

Menjelang malam, Pak Juhaini membuatkan makan malam berupa mi goreng. Dia memberikan aba-aba kepada kami untuk segera beristirahat karena pada jam 11 malam nanti rencananya kami sudah harus summit attack menuju puncak Rinjani. Mengapa sedini itu berangkatnya? Karena kami sadar bahwa kami adalah pendaki keong yang sudah terbatas tenaganya sehingga berangkat lebih awal menjadi pilihan bagi kami agar dapat mencapai puncak di pagi hari. Normalnya perjalanan menuju puncak itu memakan waktu 6-7 jam. Berarti jika kami berjalan agak santai bisa lebih dari waktu tersebut. Tanpa pikir panjang, saya langsung tidur walaupun tidak terlalu nyenyak karena suasana malam itu cukup ramai sekali.

Teman-teman juga ternyata tidak bisa tidur, akhirnya mereka keluar lagi dari tenda dan memilih untuk mengabadikan langit yang dipenuhi bintang saat itu. Tetapi tak berapa lama, mereka kemudian masuk kembali karena katanya di luar sangat dingin. Akhirnya semuanya tertidur, saya lupa pada saat jam berapa kami dapat tidur terlelap.

plawangan-sembalun

View dari Plawangan-Sembalun malam hari

plawangan-sembalun

Tenda tempat saya menginap

Sekitar pukul 11 malam, Eko mulai membangunkan kami untuk mulai summit attack. Sejujurnya saya masih mengantuk, tapi tetap harus berangkat karena rugi jika sudah sampai Plawangan Sembalun tetapi tidak pergi muncak.

Peralatan sudah siap, headlamp, buff, jaket gunung, celana summit, sepatu, jas hujan, air dan juga makanan ringan. Sayangnya saya lupa membawa sarung tangan, padahal saat itu sangat dingin sekali. Tetapi saya tidak kehabisan akal, saya menggunakan kaos kaki double untuk menghangatkan tangan.

Setelah semuanya siap, kami dipersilahkan untuk mengisi perut dulu dengan roti panggang dan teh manis buatan Pak Juhaini. Kalau mau muncak perut tidak boleh kosong untuk menghindari masuk angina dan sakit maag. Ini penting sekali untuk ditaati sebelum muncak.

Akhirnya setelah selesai mengisi perut dan berdoa, kami langsung berjalan beriringan menuju Puncak Rinjani yang masih berdiri kokoh di tengah kegelapan malam meninggalkan para pendaki lain yang sedang terlelap di Plawangan Sembalun.

Bagaimana kelanjutannya? Nantikan tulisan berikutnya dalam Petualangan Rinjani: Summit Attack.

plawangan-sembalun

Puncak Rinjani di malam hari siap untuk didaki

30 Comments

  1. Reply

    Waah kagum sama si Mba, kuatan fisiknya šŸ™‚ Indah banget suasananya apalagi waktu malam ya…saya senang melihatnya tapi pengen punya pintu dora emon langsung tiba di tempat hahaha…

  2. Reply

    Subhanalloh, pemandangannya bagus sekali mbak…
    Sepertinya saya gak sanggup untuk sampai Rinjani. Mengetahui harus melewati bukit penyesalan itu.
    Saya hanya sanggup mendaki gunung kecil aja, mbak…he..he..

  3. Reply

    salut sama pak Juhaini, anin juga mbak…
    hhheeee

    Subhanallah… danau segara anak, pemandangan langit di malam hari dari gunung rinjani, ya rab… cantik sekali mbak…

    penasaran buat baca kelanjutan kisahnya hheee

  4. Reply

    Masyaa Allah, indahnya danau segara anakan yang kuimpikan. Semoga suatu hari nanti bisa menuju kesana, meski dengan kaki yang cedera, tapi bisa dilatih… Bismillah

  5. Reply

    Duuuh, ini pendakian yang enak ya, ada pecel kangkung segala, hahaha. Kangen dengan suasana di puncak, kangen pengen menyentuh awan meski itu jauh. Udah deh biar terwakili mba Ev aja. Btw, aku dulu baru sebatas gunung di Jawa Tengah, jadi selalu pukul 12.00 tengah malam berangkat ke puncak, dari desa terakhir di gunung. Belum pernah ke gunung yang mesti nginap berhari-hari di lerengnya agar nyampai puncak. Moga sehat terus, agar bisa bercerita perjalanannya yang menakjubkan ^_^

  6. Reply

    Huuuaaa, mulai mendaki jam 11 malam? Ngantuk banget dong yah Mbak? Btw itu Pak Juhaini dan Anin jago masak yah.. walau di gunung tapi makanannya benar2 total šŸ˜€
    Di awal, saya fikir Mbak yg bakalan jd koki di kelompok ini, secara yg paling cantik sendiri šŸ˜‰

  7. iip

    Reply

    wahhh.. ituuu langittt malamnya bikin bergetar……………………………………………..>.< bagus super duper banget….
    p-e-n-g-e-n n-e-m-p-l-o-k

  8. Pingback: Petualangan Rinjani: (5) Danau Segara Anak - Evrina Budiastuti

  9. Usup Supriyadi

    Reply

    Taubat ya hehehe atau jadi inget drama dragon ball, jalur naga hehe

    Asyik banget ya makan pecel di atas awan… maknyus banget *ampe ngiler*

  10. Aireni Biroe

    Reply

    Mbak, aku merinding lihat danau segara anak “baru liat fotonya, apalagi aslinya yaaak” Indah sekali ciptaan Allah <3

    Oya, Mbak, Pak Juhaini itu berangkat belakangn tapi nyampek duluan ya di bukit kelima? Ah, keran dah si bapak"penafsiranku yang mendirikan tenda itu pak Juhaini" hehe

Leave Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *