Medan Rinjani yang sesungguhnya ada di depan mata, kami harus melewati tujuh bukit penyesalan agar sampai di Plawangan Sembalun. Saya menuliskan ini sambil menarik napas panjang akibat mengingat kembali ketika melewati tujuh bukit yang dikenal dengan nama bukit penyesalan. Tidak ada bonus ketika mendaki tujuh bukit ini, semuanya hanya perjalanan naik yang membutuhkan kesabaran dan stamina agar kita bisa melewatinya. Sebelum itu, bagi teman-teman yang belum membaca kisah sebelumnya dapat melihat di tautan berikut ini:
Petualangan Rinjani: (1) Jakarta-Sembalun
Petualangan Rinjani: (2) Menuju Pos 3
Bukit Penyesalan Plawangan Sembalun
Pagi hari selepas bangun tidur, saya langsung melihat pemandangan di sekitar. Setelah malam tadi saya terkena demam, pagi harinya alhamdulillah sudah merasa lebih segar. Terlihat di depan saya ada Pak Juhaini, Anin dan Kamil sedang sibuk memasak. Saya melihat di sekitar tenda, para pendaki sedang sarapan dan sebagian sudah mulai packing meninggalkan pos tiga.
Mata saya menerawang ke atas, benar-benar ke atas hingga leher terasa pegal. Itu artinya trek yang harus kami lewati ini memang lebih tinggi dengan medan yang terus menanjak. Gunung Rinjani sedang tidak tertutup oleh awan putih membuat saya melihat dengan jelas betapa tinggi dan megahnya dia berdiri.
Kami langsung sarapan begitu Pak Juhaini memberikan aba-aba bahwa makanan sudah matang. Sarapan yang dibuat oleh Pak Juhaini langsung kami santap dengan cepat untuk menghemat waktu mengingat perjalanan kami masih panjang melewati tujuh bukit penyesalan. Setelah sarapan, saya segera berganti pakaian menggunakan pakaian yang kemarin dipakai untuk menghemat baju. Kalau di gunung kita tidak perlu sungkan takut merasa bau dan sebagainya, karena pada saat mendaki pasti tubuh akan berkeringat sehingga membuat baju menjadi basah. Jadi wajar saja jika kita menimbulkan bau keringat atau bau matahari.
Persiapan sudah selesai, kami dipersilahkan untuk jalan lebih dulu sementara Pak Juhaini dan Anin berangkat belakangan. Pijakan bukit pertama langsung menanjak drastis, saya beberapa kali terdiam sambil berdiri karena tubuh belum beradaptasi. Memang ya kalau terus melihat ke atas dan tidak mau berjalan, maka kita tidak akan pernah sampai ke puncak. Itu sebabnya jika sedang menghadapi tantangan seperti ini kita harus bisa membuat diri menikmati segala prosesnya.
Gunung Rinjani menunggu untuk didaki, Sumber Foto: Om WilsonBerkat itu, saya tidak terlalu menyadari bahwa saya dan teman-teman ternyata sudah sampai di bukit ketiga. Di sini kami beristirahat sambil mengaktifkan sinyal smartphone. Rupanya sinyal cukup bagus saat itu sehingga membuat pendaki bisa melakukan panggilan ke luar. Saya juga memanfaatkan moment ini untuk menelpon Alfi yang ada di rumah. Syukurlah dia baik-baik saja, kami juga mengabari orang rumah kalau sedang mendaki bukit untuk menuju Plawangan Sembalun.
Tak beberapa lama kami langsung mendaki kembali agar cepat beristirahat di Plawangan Sembalun nantinya. Kali ini saya lebih fresh karena hamparan pemandangan yang hijau sangat memanjakan mata, apalagi tubuh sudah mulai beradaptasi membuat saya cukup rileks ketika melangkah.
Akhirnya kami tiba di pos bayangan. Seingat saya ini di bukit ke-empat apabila tidak salah. Di sini kami melepas carrier untuk mengurangi beban pundak sambil beristirahat bersender pada pohon yang ada. Saya melihat para pendaki yang naik dan turun, ada yang membawa sepeda hingga atas, ada beberapa turis yang berlari cepat, dan ada juga yang mendaki sambil mendengarkan musik. Sekali lagi saya melihat ke atas bahwa masih ada tiga bukit yang harus kami lalui.
Bukit ke-lima dan enam masih sama dengan bukit sebelumnya. Nah, mulai bukit ketujuh ini perjalanannya agak panjang dan terus menanjak. Saya mendengar pendaki Malaysia yang mengatakan bahwa ini merupakan bukit taubat lantaran panjangnya trek membuat siapapun kapok untuk mengulanginya. Tetapi saya yakin bahwa pasti nanti akan sampai juga di atas, jadi sekali lagi nikmati saja semua prosesnya.
Memasuki bukit kelima, daratan di bawah kami mulai sulit terlihat. Apalagi kabut juga hilir mudik setiap saat akibat terbawa tiupan angin. Jika kabut sudah turun, kami tidak bisa lagi berlama-lama di perjalanan, karena semakin lama kami terdiam maka akan membuat badan menjadi dingin. Untuk itu kami segera bergegas menghabiskan bukit demi bukit hingga tiba di Plawangan. Akhirnya setelah melalui perjuangan cukup panjang, kami tiba juga di Plawangan Sembalun. Di sana sudah berdiri empat tenda yang menjadi tempat kami menginap. Pak Juhaini sudah memasak dan teman-teman yang lain terlihat beristirahat karena kelelahan, sementara saya terkagum-kagum menikmati pemandangan alam dari Plawangan Sembalun.
Plawangan Sembalun Rinjani
Ternyata kami mendirikan tenda di pinggiran jalan Kaldera Rinjani. Jaraknya sempit sekali, kiri dan kanan sama-sama jurang sehingga kita harus hati-hati ketika melangkah. Hamparan kabut berbentuk awan mulai mendatangi sisi depan dan belakang dari tenda membuat saya tertegun lama menikmati fenomena alam ini.
Namun lamunan saya buyar seketika pada saat Pak Juhaini menawarkan teh manis panas untuk segera diminum guna mengembalikan energi. Masakan sudah mulai matang, kami menikmati pecel kangkung di atas awan. Sensasinya sungguh nikmat, terasa tidak ada beban apalagi dinikmati bersama dengan kawan seperjuangan.
Sore hari saya mulai terbangun akibat mendengar suara teman-teman yang berteriak bahwa danau Segara Anak terlihat dari Plawangan Sembalun. Saya langsung keluar tenda dan menyaksikan keindahan pemandangan tersebut. Subhanallah sungguh indah nian, pintu awan sudah terbuka memperlihatkan keindahan danau Segara Anak. Kami semua berteriak dan bertepuk tangan termasuk juga para pendaki asing yang turut terpukau dengan pemandangan ini.
Menjelang malam, Pak Juhaini membuatkan makan malam berupa mi goreng. Dia memberikan aba-aba kepada kami untuk segera beristirahat karena pada jam 11 malam nanti rencananya kami sudah harus summit attack menuju puncak Rinjani. Mengapa sedini itu berangkatnya? Karena kami sadar bahwa kami adalah pendaki keong yang sudah terbatas tenaganya sehingga berangkat lebih awal menjadi pilihan bagi kami agar dapat mencapai puncak di pagi hari. Normalnya perjalanan menuju puncak itu memakan waktu 6-7 jam. Berarti jika kami berjalan agak santai bisa lebih dari waktu tersebut. Tanpa pikir panjang, saya langsung tidur walaupun tidak terlalu nyenyak karena suasana malam itu cukup ramai sekali.
Teman-teman juga ternyata tidak bisa tidur, akhirnya mereka keluar lagi dari tenda dan memilih untuk mengabadikan langit yang dipenuhi bintang saat itu. Tetapi tak berapa lama, mereka kemudian masuk kembali karena katanya di luar sangat dingin. Akhirnya semuanya tertidur, saya lupa pada saat jam berapa kami dapat tidur terlelap.
Sekitar pukul 11 malam, Eko mulai membangunkan kami untuk mulai summit attack. Sejujurnya saya masih mengantuk, tapi tetap harus berangkat karena rugi jika sudah sampai Plawangan Sembalun tetapi tidak pergi muncak.
Peralatan sudah siap, headlamp, buff, jaket gunung, celana summit, sepatu, jas hujan, air dan juga makanan ringan. Sayangnya saya lupa membawa sarung tangan, padahal saat itu sangat dingin sekali. Tetapi saya tidak kehabisan akal, saya menggunakan kaos kaki double untuk menghangatkan tangan.
Setelah semuanya siap, kami dipersilahkan untuk mengisi perut dulu dengan roti panggang dan teh manis buatan Pak Juhaini. Kalau mau muncak perut tidak boleh kosong untuk menghindari masuk angina dan sakit maag. Ini penting sekali untuk ditaati sebelum muncak.
Akhirnya setelah selesai mengisi perut dan berdoa, kami langsung berjalan beriringan menuju Puncak Rinjani yang masih berdiri kokoh di tengah kegelapan malam meninggalkan para pendaki lain yang sedang terlelap di Plawangan Sembalun.
Bagaimana kelanjutannya? Nantikan tulisan berikutnya dalam Petualangan Rinjani: Summit Attack.
Ida Tahmidah
evrinasp
Susie Ncuss
Nurul Fitri Fatkhani
Khoirur Rohmah
evrinasp
lianny hendrawati
evrinasp
Surya Hardhiyana
evrinasp
andyhardiyanti
evrinasp
Hidayah Sulistyowati
evrinasp
Diah
evrinasp
iip
evrinasp
Shintaries
Pingback: Petualangan Rinjani: (5) Danau Segara Anak - Evrina Budiastuti
Irawati Hamid
evrinasp
Usup Supriyadi
evrinasp
inayah
evrinasp
Anjar Sundari
evrinasp
Aireni Biroe
evrinasp