Petualangan Rinjani telah mencapai sesi puncak. Malam itu tanggal 3 Mei 2016 pukul 00.00 WITA kami berangkat menuju puncak Gunung Rinjani dari Plawangan Sembalun. Kondisi fisik saya dan teman-teman tidak terlalu optimal akibat kelelahan setelah mendaki bukit penyesalan. Namun, semangat untuk mencapai puncak membuat kami terus melaju menapaki setapak demi setapak tanah berpasir dan berbatu Puncak Rinjani.
Bagi teman-teman yang belum membaca kisah sebelumnya, dapat mengunjungi link di bawah ini:
Petualangan Rinjani: (1) Jakarta-Sembalun
Petualangan Rinjani: (2) Menuju Pos 3
Petualangan Rinjani: (3) Plawangan Sembalun
Petualangan Rinjani, Antara Dingin dan Putus Asa
Kami berjalan menuju Plawangan Sembalun 2 yang jaraknya dekat dengan pintu masuk menuju puncak. Awalnya perjalanan terasa ringan karena melalui trek yang mendatar. Setelah melewati Plawangan Sembalun 2, saya mulai merasakan jalan yang terus menanjak dengan medan berat berupa pasir berbatu.
Saya merasa beruntung sekali karena pendakian dimulai pada saat langit masih gelap. Mengapa begitu? Karena jika mendaki dengan trek yang panjang dan sulit disaat matahari sudah bersinar membuat saya ciut nyalinya. Trek yang panjang itu tentu membuat saya harap-harap cemas menanti saatnya tiba di puncak. Sedangkan apabila mendaki pada saat gelap gulita, mau tidak mau kita harus berjalan terus. Pilihannya hanya dua, mau diam dan kedinginan, atau maju terus hingga ke tujuan.
Pak Juhaini yang menemani saya saat itu mengatakan bahwa trek yang kami lalui pada awal ini masih belum seberapa dibandingkan dengan letter L yang akan dijumpai pada saat puncak. Saya dan teman-teman beberapa kali istirahat karena tidak sanggup berjalan di pasir berbatu yang cukup berat ini. Memang apabila dibandingkan, trek berpasir Rinjani tidak separah trek puncak Semeru yang naik satu turun dua. Tetapi trek yang panjang ini cukup menyulitkan dan melelahkan para pendaki sehingga kadang menciutkan nyali.
Beberapa kali saya mengatakan kepada teman-teman dan Pak Juhaini bahwa saya tidak sampai puncakpun tidak masalah. Namun, Pak Juhaini mendorong kami untuk terus berusaha agar bisa sampai puncak karena sudah jauh-jauh datang ke Lombok masa’ tidak bisa muncak, begitu Ia mengatakan dengan logat Lomboknya. Akhirnya agar pendakian berjalan lancar tanpa terganggu oleh sifat lamban saya saat itu, saya membiarkan teman-teman termasuk suami untuk jalan lebih dulu. Kasihan jika mereka harus menunggu saya nanti bisa kedinginan dan lambat mencapai puncak. Akhirnya, Pak Juhaini yang dengan sabar menemani dan membantu saya selama perjalanan.
Langit malam itu memang gelap, tetapi lampu para pendaki bersinar terang membentuk barisan panjang dari arah Plawangan hingga puncak. Saya menengok ke bawah dan melihat bahwa camp kami sudah jauh di bawah sana. Rupanya sedikit demi sedikit saya bisa melalui trek ini dan berada di garis punggungan Rinjani.
Apabila kita sudah sampai di punggungan Rinjani, maka trek yang dilalui akan terasa lebih ringan. Treknya berupa pasir berbatu namun cenderung datar. Meskipun begitu, saya masih saja kelelahan hingga harus istirahat beberapa kali. Jika mau beristirahat di punggungan Rinjani, kita harus berlindung di balik batu yang ada di beberapa sisi. Hal tersebut dilakukan mengingat angin yang bertiup saat itu cukup kencang ditambah dengan suhu yang rendah membuat siapapun yang berdiam diri terlalu lama akan merasa kedinginan.
Saya mulai melanjutkan kembali perjalanan. Teman-teman sudah jauh di atas sana, sementara saya masih berjalan di punggungan. Tas hitam kecil yang saya bawa saat itu dibawakan oleh Pak Juhaini yang mendampingi saya. Pak Juhaini ingin saya focus pada trek pendakian tanpa beban. Padahal di tas itu hanya berisi air minum seberat 1.5 liter saja.
Tak beberapa lama, saya tiba juga di trek yang sesungguhnya berupa jalanan mendaki terus ke atas berupa pasir berbatu. Saya seperti mengalami dejavu pada saat mendaki Semeru tahun lalu, keinginan untuk menyerah mulai menghinggapi diri. Rasa ingin beristirahat dan tidak melanjutkan perjalanan berkali-kali terlintas pada pikiran saya. Hingga tiba di dekat sebuah batu dekat dengan cekungan jurang yang di bawahnya terdapat Danau Segara Anak. Saya meminta izin kepada Pak Juhaini untuk tidur sejenak akibat mengantuk yang teramat berat. Pak Juhaini mengizinkan dan ikut tertidur di seberang saya.
Sebenarnya tidur di tengah udara dingin seperti ini tidak diperbolehkan. Takutnya kita dapat mengalami hipotermia, sehingga tanpa sadar mungkin tidak akan bangun lagi. Naudzubillah. Alhamdulillah berkat derapan kaki beberapa pendaki yang melewati saya saat itu membuat saya kaget dan reflex segera bangun. Saya langsung membangunkan Pak Juhaini untuk melanjutkan perjalanan. Selama perjalanan melewati jalan yang sulit akibat pasir dan batu, Pak Juhaini membantu saya dengan cara menarik saya melalui trekking pole.
Sebentar lagi saya akan mencapai puncak. Saya sudah melihat puncak semakin dekat. Saat itu sudah pukul 05.00 WITA dan matahari mulai memperlihatkan garis horizon. Kemudian saya duduk menepi bersama dengan seorang pendaki yang saat itu sedang melakukan shalat shubuh. Tanpa pikir panjang, saya langsung ikut di sampingnya untuk ikut shalat shubuh juga. Saya hanya berbekal apa adanya dengan menggunakan baju pendakian dan tayamum di sekitarnya. Di dalam doa saya berharap agar bisa kuat melalui segala tantangan ini.
Pagi sudah menjelang, matahari sudah menampakan dirinya membuka tabir keindahan alam Rinjani. Akan tetapi saya masih belum juga sampai di puncak. Rasanya benar-benar putus asa, apalagi setelah melihat teman-teman sudah ada di atas sana dan memanggil nama saya beserta Eko yang masih ada di belakang. Rupanya Eko belum juga sampai ke atas, sehingga saya bisa berjalan bersama menuju puncak.
Pak Juhaini sepertinya gemas karena saya sudah terlihat kepayahan. Begitu pula dengan Eko yang tak berada jauh di depan saya. Pak Juhaini kemudian menarik saya terus hingga ke atas tanpa ada istirahat panjang seperti sebelumnya.
Akhirnya setelah beberapa lama, saya bisa juga melewati celah batu besar pertanda puncak sudah ada di depan mata. Rasa kepayahan terbayarkan semua ketika bergabung dengan beberapa pendaki lain yang sedang euphoria lantaran sudah sampai di puncak Rinjani. Subhanallah indah banget pemandangannya. Tinggi sekali kami berpijak di atap bumi ini. Kami dapat melihat hamparan daratan Lombok dari Puncak rinjani beserta lautan yang mengelilinginya.
Puncak Rinjani tidak terlalu luas, sehingga siapapun yang ke atas harus bergantian turun dan naik. Kita juga tidak bisa berlama-lama di puncak karena suhu mulai panas dan matahari mulai terik. Setelah berfoto bersama, akhirnya kami memutuskan untuk segera turun. Apabila perjalanan naik memakan waktu 6-7 jam, maka perjalanan turun memakan waktu setengahnya yaitu 3-4 jam.
Petualangan Rinjani, Sensasi Turun dan Lamanya Trek
Kami mulai turun dari Puncak Rinjani sekitar pukul 09.00 WITA. Dari waktu tersebut, kami memperkirakan sudah sampai kembali ke Plawangan Sembalun pukul 13:00 WITA. Rencananya, pukul 16:00 WITA, kami akan turun menuju Danau Segara Anak untuk mendirikan tenda di sana.
Saya pikir, perjalanan turun cukup mudah karena bisa memanfaatkan pasir untuk turun secara cepat. Sayangnya estimasi saya salah, pasir ini bukan pasir Semeru yang halus, ini merupakan pasir Rinjani yang dipenuhi bebatuan kerikil. Kalau tidak hati-hati, kita bisa saja jatuh akibat tersandung batu. Saya beberapa kali mengalami hal tersebut sehingga membuat saya amat hati-hati ketika melintasi trek berpasir berwarna kekuningan yang cukup licin.
Rasanya perjalanan tadi malam tidak terlalu panjang. Tetapi entah mengapa, ketika berjalan pulang sepertinya trek yang dilalui lebih jauh. Saya dan teman-teman beberapa kali mengucapkan sebenarnya ada dimana ujung jalan ini. Rupanya kami memang harus melalui punggungan Rinjani melintasi Danau Segara Anak. Pantas saja terasa jauh dan wajar saja apabila perjalanan malam terasa lebih pendek karena memang treknya tidak terlihat. Akibat hal itu, saya dan teman-teman beberapa kali istirahat karena kaki sudah mulai pegal. Bahkan, kami juga sampai tertidur di balik batu akibat kelelahan.
Akhirnya dengan sisa-sisa tenaga, kami sampai juga di tenda yang ada di Plawangan Sembalun 1. Anin sudah membuatkan teh manis dan juga pisang goreng. Saya tidak terlalu nafsu untuk menyantapnya dan lebih memilih untuk segera merebahkan badan. Saya sudah tidak terlalu ingat saat itu karena langsung tertidur begitu masuk ke dalam tenda.
Menjelang pukul 15:00 WITA, saya mulai terbangun untuk segera bersiap melakukan perjalanan menuju Danau Segara Anak yang ada di bawah Plawangan Sembalun. Dengan sisa-sisa tenaga, saya dan teman-teman kemudian beranjak menuju trek Segara Anak yang berbatu cukup terjal.
Kami harus berjalan dengan cepat melewati trek berbatu di dinding Sembalun ini sebelum matahari hilang dari peredaran. Bahaya sekai apabila kita harus melakukan trekking di jalan berbatu yang ada di tebing. Saya beberapa kali mengatakan kepada teman-teman untuk mempersingkat waktu istirahat sebelum terbebas dari trek berbatu ini, karena jika malam telah datang dan kita masih berada di jalur ini, justru akan membuat kita menjadi lambat lantaran harus berhati-hati agar tidak jatuh atau tergelincir.
Trek berbatu Alhamdulillah berhasil dilalui. Kini tiba saatnya kita berjalan menyusuri dinding Gunung Rinjani yang cenderung datar, naik dan turun untuk menuju danau Segara Anak. Saya dan Om Wilson saat itu sudah merasa kelelahan. Kami berdua adalah orang yang sering meminta break kepada teman-teman. Baju saya sudah basah, saya mengalami kedinginan dan juga terserang maag. Tak ada cara lain untuk menghalau ancaman tersebut, kami harus segera sampai di perkemahan.
Dan setelah berjalan cukup lama, kami tiba juga di tenda yang didirikan dekat dengan danau sekitar pukul 21:00 WITA. Saya langsung masuk ke dalam tenda untuk berganti pakaian yang sudah basah karena keringat. Pak Juhaini menawarkan saya untuk minum teh manis dan kari ayam yang Ia buat. Saya hanya mampu memakannya sedikit, lalu minum obat dan segera tidur untuk memulihkan tenaga.
Yiyi, Kamil dan Bintar rupanya masih kuat dan memilih untuk merelaksasikan diri di air panas yang ada di bawah. Saya kemudian terlelap hingga pagi hari untuk melihat keindahan Danau Segara Anak.
Petualangan Rinjani akan berlanjut untuk menyaksikan keindahan Danau Segara Anak dan menjalani cobaan ketika melalui dinding berbatu Plawangan Senaru.
Nefertite Fatriyanti
evrinasp
rita asmaraningsih
evrinasp
miramiut
evrinasp
DoNurdians
evrinasp
Dian farida
evrinasp
Hidayah Sulistyowati
evrinasp
andyhardiyanti
evrinasp
Khoirur Rohmah
evrinasp
Surya Hardhiyana
evrinasp
Ade anita
evrinasp
Diah
evrinasp
Riks
evrinasp
mr. level
evrinasp
Anne Adzkia
evrinasp
Irawati Hamid
evrinasp
Noorma Fitriana M. Zain
evrinasp
Pingback: Ulang Tahun Istimewa dari Kediri hingga Rinjani | evRina shinOda
inayah
evrinasp
Anjar Sundari
evrinasp
Pingback: Petualangan Rinjani (6): Senaru - Evrina Budiastuti
Fanny f nila
evrinasp
Ketut Rudi Utama
evrinasp
Andhika
evrinasp
Pingback: Keindahan Pantai Semeti di Lombok Tengah - evventure
Pingback: Pentingnya Daya Tahan Tubuh Ketika Berpetualang - evventure
Pingback: Harapan untuk Evventure.com di Tahun 2017 - evventure
Pingback: Tiga Hal yang Perlu Diketahui Penyuluh Pertanian
Pingback: Stay Connected with Motorola TLKR Radios Series
Rinjani Trekking Information
Sarah