Sehari Bersama Jakarta Corners: (1) Menara Syahbandar-Zuri Express

Berkat tulisan saya yang diikut sertakan pada Lomba Blog Jakarta Corners dan Grand Zuri BSD, saya berkesempatan untuk mengikuti one day tour bersama Jakarta Corners (JC) dan Grand Zuri untuk menelisik beberapa susut Jakarta dan Tangerang. Tour sudah dilaksanakan kemarin pada hari Sabtu tanggal 14 November 2015. Kami seharian penuh diajak JC da Grand Zuri mengenal beberapa peninggalan sejarah di Jakarta dan Tangerang yang diakhiri dengan acara Barbeque di Hotel Grand Zuri BSD. Mau tau bagaimana keseruannya? Simak ulasan saya berikut ini yang saya bagi menjadi dua tulisan.

Menara Syahbandar

Berdasarkan itinerary yang diberikan oleh panitia, seharusnya saya dan beberapa peserta lainnya akan memulai kegiatan tur dari Pelabuhan Sunda Kelapa. Tapi karena saya termasuk peserta yang datang telat, jadi kami langsung menuju spot ke dua untuk tur ke Menara Syahbandar. Menurut beberapa founder JC, kalau terlalu siang ke Sunda Kelapa justru akan panas, jadi kalau mau ke sana sebaiknya datang pada saat pagi atau sore sekalian.

Menara Syah Bandar

Menara Syahbandar dengan ketinggian 40 meter

Nah Menara Syahbandar ini letaknya di dekat Museum Bahari yang beralamat di Jl. Pasar Ikan No. 1, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 14440. Menara ini dibangun pada tahun 1640 (weeew sudah lama banget yak) yang berfungsi sebagai pengintai kapal-kapal yang berlabuh di Pelabuhan Sunda Kelapa. Saya sudah membayangkan bagaimana canggihnya Belanda saat itu karena apik banget dalam membangun pelabuhan dan tata kelola airnya. Menara yang dibangun dekat dengan muara Sungai Ciliwung ini dulunya memiliki lahan yang cukup luas, namun seiring dengan pembangunan, maka luasan wilayah yang mencakup menara ini sedikit demi sedikit mulai tergerus (apa kata orang Belanda yang dulu membangun menara ini ya?).

menara syah bandar

Pemandangan dari sebelah timur menara

menara syahbandar

Museum Bahari dari menara, duunya tempat menaruh rempah-rempah

menara syahbandar

Pemandangan sebelah selatan, air sungai ciliwung menghitam

Meskipun dibangun sudah sangat lama (sekitar 400 tahun lebih ya), namun bangunan ini tetap kokoh hingga sekarang. Itu merupakan salah satu cirri khas Belanda yang kalau membangun bangunan tidak tanggung-tanggung, sangat diperhatikan arsitektur beserta bahan yang digunakan. Kayu-kayu yang berada di menara ini merupakan kayu asli yang digunakan sejak dulu, kebayang dong masih awet sampai sekarang. Sepertinya gigi rayap juga tidak mampu untuk memakannya ya. Di dalam menara terdapat beberapa lukisan yang menggambarkan sejarah zaman dulu. Saya seperti seolah masuk ke dalam putaran waktu di masa lalu ketika menyaksikan lukisan tersebut. Andai pelabuhan secantik itu, sepertinya akan banyak wisatawan yang berdatangan.

menara syahbandar

Suasana di atas menara

menara syahbandar

Meriam yang tersisa

O iya di belakang menara yang memiliki tinggi sekitar 40 meter ini terdapat sebuah gedung bertuliskan VOC yang terletak di sebelah barat Sungai Ciliwung (sayang, sungainya menghitam). Gedung ini digunakan untuk gudang perlengkapan perahu dan perbengkelan pada zaman dahulu. Terbayangkan ya bagaimana Belanda begitu sigapnya mengatasi wilayah perairan dan territorial. Apalagi di sekitar wilayah menara terdapat beberapa meriam peninggalan zaman dahulu, semakin menambah bukti bahwa Belanda selalu waspada. Nah, di dekat Menara Syahbandar atau yang dulunya disebut sebagai Menara Colombo ini terdapat Museum Bahari yang dulunya digunakan sebagai tempat penyimpanan rempah-rempah oleh Belanda.

Museum Syahbandar

Peserta tur dan Jakarta Corners beserta Grand Zuri, Sumber: @JakartaCorners

Museum Bahari

Sejarah selalu menjadi hal yang mengasikkan bagi saya apalagi ketika mendengarkan guide menceritakan kejadian zaman dahulu. Di Museum Bahari ini kita bisa menyaksikan bagaimana dulu Pelabuhan Sunda Kelapa dulunya sangat keren. Kayu yang digunakan museum ini juga sama seperti kayu pada menara Syahbandar, masih menggunakan kayu asli sejak pendirian bangunan. Di sini kita bisa melihat beberapa kapal zaman dahulu yang sarat akan sejarah. Salah satunya adalah Kapal Phinisi yang menjadi kebanggan kita selaku warga Negara Indonesia. Tau kan lagu Nenek Moyang Ku Seorang Pelaut? Ya dulu kita Berjaya sekali di lautan. Bayangkan Kapal Phinisi yang hanya menggunakan tenaga angin saja bisa berlayar hingga ke Perancis pada saat itu (kalau saya tidak salah dengar ya hehe). Bukankah itu merupakan suatu hal yang membanggakan? Kalau saya bangga sekali melihat kegagahan kapal Phinisi.

Museum Bahari

Pelabuhan dan Batavia zaman dulu, coba masih begitu ya bakalan keren banget deh

Kapal Phinisi

Contoh Kapal Phinisi kebanggaan kita

Kapal Phinisi

Deskripsi Kapal Phinisi

Kapal Phinisi

Foto kapal Phinisi yang berhasil berlayar hingga ke Perancis

Selain terdapat berbagai macam cerita sejarah sekaligus koleksi kapal, Museum Bahari juga memiliki spot cantik untuk mengambil foto. Bangunan lama yang menjadi ciri khas museum ini membuat saya ingin mengambil foto terus hehe. Maklum kesannya seperti kolosal gitu, coba ke sini deh pasti suka dengan suasananya. Kekurangannya hanya satu kok, yaitu panas banget, jadi terasa cepat lelah padahal hanya keliling di museum saja.

Museum Bahari

Museum Bahari

Museum Bahari

Museum Bahari

Museum Bahari

Lorong di Museum Bahari

O iya bagian yang saya suka itu ruang dioramanya. Di sini banyak patung-patung yang menggambarkan sosok penting sejarah maritime zaman dahulu. Ada juga kisah atau legenda manca negara maupun legenda dari luar negeri. Anak-anak pasti suka kalau diajak ke sini, asal jangan malam-malam aja ya hehe.

Ruang Diorama

Berada di Ruang Diorama

Kisah Malin Kundang

Kisah Malin Kundang

Setelah keluar dari ruang diorama, kami diajak untuk melihat ruang penyimpanan kapal. Di ruangan ini terdapat kapal dari Jaya Pura yang dibuat pada tahun 1774 (makin tua sekali ya). Kapal ini sangat besar lho, kata bapak guidenya untuk mengangkul kapal ke dalam ruangan maka kapal harus dibongkar dulu. Tapi ada kapal yang beratnya mencapai 25 ton tidak dibongkar ketika dimasukkan ke dalam museum dan membutuhkan 50 orang untuk mengangkat dan mendorongnya.

Museum Bahari

di Ruang Kapal yang lembab

Museum Bahari

Kapal Cadik Nusantara

Museum Bahari

Kiri: kapal kecil itu beratnya 25 ton diangkut secara bersama-sama sebanyak 50 orang, kanan: kapal Jaya Pura, dibongkar terelbih dahulu sebelum diangkut ke ruang kapal

Di ruangan kapal ini saya agak kurang nyaman karena dindingnya sudah mulai lapuk serta lembab. Itu wajar saja sih karena terdapat tempat untuk mengukur ketinggian abrasi air laut. Rupanya menurut bapak guide, di belakang ruangan ini sudah dekat sekali dengan laut sehingga air laut dengan bebasnya merembes masuk melalui celah.

Museum Bahari

Abrasi Air Laut

Akhirnya tour di dekat Pelabuhan Sunda Kelapa ini sudah selesai, sebelum melanjutkan ke Zuri Express untuk makan siang, ada baiknya kita foto-foto dulu. Terimakasih ya Jakarta Corners dan Grand Zuri yang sudah membawa saya mengenal sejarah maritime zaman dahulu. Saya tidak tau lho ada tempat seperti ini di Jakarta.

Makan Siang di Zuri Express

Asikkkk sehabis belajar sejarah dan berpanasan ria, kami diajak untuk menikmati makan siang di Zuri Express. Zuri Express ini masih satu grup dengan Hotel Grand Zuri, namun konsepnya lebih ekonomis dan lebih fungky. Hal itu terlihat dari warna cerah yang menggambarkan kita banget (maksudnya anak muda banget hehe). Kami disambut dengan hangat oleh Manager Hotel Zuri Express yaitu Bapak Arief. O iya Zuri Express ini terletak di Mangga Dua tepatnya di Jalan Mangga Dua dalam No 55-56Β Jakarta, Indonesia dengan nomor telepon 021-22620008. Kami makan siang di Kopi Express yang tempatnya nyaman untuk hangout atau bersantai ria sambil makan siang, seperti kata Enjoy yang terdapat di alas meja makan Kopi Express ini. Waktunya makan siang nih, saya langsung mengambil menu yangd isediakan. Mari makannnn.

Zuri Express

Kopi Express

Kopi Express

Enjoy Your Day People

Sehabis makan siang, kami diantar untuk berkeliling Hotel Zuri Express untuk melihat fasilitas kamar yang ditawarkan. Berbeda dengan Grand Zuri, hotel ini hanya menyediakan satu tipe kamar. Tapi ada satu yang membedakan yaitu ukuran kasur apakah single bad atau twin bed. Fasilitas ini sudah termasuk breakfast lho. Tertarik untuk menginap di sini? Langsung reservasi aja ya.

Zuri Express

Kamar dengan single bed di Zuri Express

 Zuri Express

Kamar dengan twin bed di Zuri Express

Zuri Express

Ratenya nih

Okay, makan siang sudah, istirahat juga dapet. Sekarang kita melanjutkan lagi perjalanan menuju Tangerang, ada apa saja di sana? Lanjut ke postingan yang kedua ya. Pokoknya seru banget deh tour kami saat itu. Terimakasih ya Jakarta Corners dan Grand Zuri BSD.

29 Comments

  1. hendri hendriyana

    Reply

    saya juga rada pengen nyoba kesana mbak, tapi kejauhan juga sih.heuheu
    musiumnya bagus juga yah mbak, tapi kok keliatannya sepi ya??

  2. awen

    Reply

    Muji banget dah itu sama arsitektur nya, 400 tahun bukan waktu yang singkat, T.o.p bgt dech πŸ™‚
    kalau dilihat dari foto”nya di ruang kapal itu rasanya sepi juga ya mba? keliatan angker gx tuh pas di sana? πŸ™‚

  3. muhammad mukhlis

    Reply

    wah sangat asik dunks mbak bisa jalan jalan semua berkat dari usaha kerasnya mbak juga, sangat menarik sekali mbak, semoga sukses selalu mbak πŸ™‚

  4. Reply

    Aku pun baru tahu kalau di Jakarta ternyata ada museum semenarik Museum Bahari. Sempat nggak nyangka di area pasar yang sempit itu tersimpan sejarah kemaritiman Nusantara.

    Terima kasih untuk tulisannya, Rin. Sarat informasi. Aku suka πŸ™‚

  5. Reply

    Ya ampun, jadi keren banget museum baharinya kalo evrina yang nulis πŸ˜€

    ayuukk kapann kita halann halann lagiii πŸ˜€

  6. eda

    Reply

    seruuuu… waktu ke sana, gak sempet naik ke menara, trus cuma masuk ke beberapa tempat aja. gak semua dimasukin.. padahal itu sekomplek ya mbaaa πŸ™

  7. Pingback: Sehari Bersama Jakarta Corners: (2) Mesjid Seribu Pintu-Grand Zuri BSD | Evrina Budiastuti

  8. Donna Imelda

    Reply

    Aku suka banget foto kita rame2 di depan menara syahbandar itu. Kompak dan ceria. Terimakasih sudah menuliskannya evrina.

Leave Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *