Petualangan Gunung Gede: Puncak Gunung Gede-Kembali Pulang

“Nasi uduk-nasi uduk……”

Terdengar suara penjual nasi uduk dari balik tenda. Rupanya sekarang sudah pukul 6 pagi. Saya tidak sanggup bangun karena badan, kaki dan tangan sakit semua. Setelah cukup beradaptasi dengan keadaan, saya, Ka Yiyi dan Iqbal yang berada dalam satu tenda langsung bangun. Secara bergantian kami melakukan shalat shubuh (meskipun sudah siang hehe). Tadi malam saya tidak bisa tidur, sering bolak-balik ke kanan dan ke kiri lantaran kedinginan. Pantas saja tadi malam tidak bisa tidur nyenyak, rupanya air merembes hingga ke atas matras yang membuat sleeping bag menjadi dingin. Wah ini tidur terparah saya selama mendaki, walaupun sudah menggunakan sleeping bag dan jaket gunung, saya tetap saja kedinginan. Tapi semua itu sirna ketika mengetahui bahwa saya sudah berada di tempat yang indah di Alun-Alun Surya Kencana Gunung Gede.

Indahnya Alun-Alun Surya Kencana

Wahyu, Ka Yiyi dan Iqbal berinisitif untuk membuat sarapan, sementara saya, Dwi dan Lita masih asik meringkuk di dalam tenda. Tapi kami lupa kalau trangia-nya masih dibawa Kamil dan Fendy, jadi kami tidak bisa memasak. Mendadak kami jadi ingat dengan nasib Kamil, Fendy, Syam dan Mbak Weyna. Bagaimana ya mereka? Semoga benar mereka shuttle di pos lima saja dan segera menyusul kami di Surya Kencana (Surken).

surya kencana

Ada yang masak nih

Surya Kencana

Teman-teman sedang memasak

Sambil menunggu kepastian kabar tim terakhir, akhirnya Dwi mencoba untuk meminjam trangia milik pendaki yang berada di sebelah kami. Beruntung mereka mau meminjamkan dan kami bisa memasak mie instant untuk sarapan pagi. Saya ingin membantu, tapi agak malas keluar karena sepatu saya basah terkena air hujan selama seharian kemarin. Kebayang dong gimana rasanya kaki kita jika masuk ke dalam sepatu basah di udara yang dingin, pasti rasanya menusuk abis. Kalau sudah begini saya jadi pingin ada pintu doraemon untuk mengambil pengering sepatu. Sayang itu hanya ada di film animasi saja, so back to reality ev.

Baiklah, masa iya pendaki takut sama dingin. Saya mulai melepas jaket gunung agar tubuh terbiasa dengan udara dingin. Perlahan saya keluar melangkahkan kaki untuk membantu teman-teman memasak. Tak berapa lama Kamil muncul dari arah pintu masuk Surken. Wahhh kami senang bukan main ketika melihat Kamil datang, Alhamdulillah teman-teman selamat. Kamil mengatakan kalau Mbak Weyna turun dari pos tiga karena sedang tidak fit, sementara Fendy dan Syam melanjutkan perjalanan dan berada di belakang. Mereka sudah sarapan di pos lima, sekarang saatnya kami sarapan untuk mengisi tenaga karena sebentar lagi akan melakukan summit attack. Akhirnya Fendy dan Syam muncul. Alhamdulillah tim kami sudah lengkap kembali dan siap untuk melanjutkan perjalanan setelah melakukan packing.

Alun-Alun Surya Kencana

Alun-Alun Surya Kencana

Kami berjalan mengikuti jalan berbatu menuju Alun-Alun Surken. Di hadapan kami kemudian terbentang luas sebuah sabana yang sarat akan bunga Edelweiss. Bunga Edelweissnya tidak terlalu mekar dan gimbal tetapi terlihat segar. Di kiri, kanan dan depan kami terbentang bukit indah yang sarat akan vegetasi. Kami sempat mengabadikan moment di sini. Dan ternyata itu tho Gunung Gede, bentuknya mendatar seperti tangkuban perahu. Nanti kami akan ke sana setelah berjalan ke arah lebih depan lagi.

Gunung Gede

Gunung Gede

Di samping kiri kami terlihat tali rafia panjang yang menandakan bahwa pendaki tidak diperbolehkan masuk ke dalam area. Area tersebut merupakan padang rumput yang pernah terbakar beberapa waktu yang lalu. Menurut cerita, itu salah satu akibat pemburu yang menyalakan api unggun hingga membuat rumput menjadi terbakar. Nah yang seperti ini nih tidak boleh kita lakukan di gunung, kita tidak boleh membuat api unggun karena akan berakibat fatal.

Surya Kencana

Sebelah kiri terluhat bekas sabana terbakar

Surya Kencana

Cantik banget bukan?

Oke kita lanjut jalan lagi. Di depan sebelah kiri saya kemudian terbentang sebuah cekungan. Sepertinya ini bekas jalur air. Di bawah sana ada pendaki yang berkemah pada jalur tersebut dan di atasnya terdapat sebuah gua batu yang dipenuhi beberapa pendaki. Tim Elang kemudian berhenti sejenak pada satu sudut untuk mengambil air. Yang mengambil air sih si Kamil dan Syam (anak dua ini memang keren, selalu inisiatif), sementara yang lain duduk, tiduran dan foto-foto seperti saya ini hehe. Maklum pemandangannya sangat indah, jadi sayang untuk diabadikan.

Gunung Gede

The Beatles eh tim elang ding

Surya Kencana

Betah deh duduk lama-lama di sini

Surya Kencana

Saya suka memandang cekungan ini

Surya Kencana

Kamil dan Syam mengambil air, yang lainnya foto2 hehe

Sekitar lebih dari tiga puluh menit Kamil dan Syam akhirnya datang, dan kamipun bersiap untuk summit attack ke Puncak Gunung Gede.

Summit Attack

Biasanya summit itu dilakukan pagi hari supaya bisa melihat sunrise. Tapi itulah kelebihan Tim Elang, kami selalu kelebihan waktu sehingga tidak bisa menyaksikan moment-moment tersebut. Kami jarang melakukan perjalanan pada saat matahari sedang bersinar, seringnya ngetrek malam yang tentunya menguras tenaga. Maklumlah kami pendaki yang sersan satu alias serius santai satu tujuan. Intinya yang penting sampai mau gimanapun.

Gunung Gede

Yuk kita mulai mendaki

Jalur mendaki ke puncak Gunung Gede juga termasuk rapih karena dibuat seperti tangga dari batu. Meskipun begitu saya cukup kelelahan lho. Saya lebih senang tidak dibuat tangga seperti ini karena kalau berjalan naik terus melalui tangga tentu akan membuat kaki menjadi leg lock. Saya tak usah member tau gimana rasanya ya, yang pasti cape banget, saya sampai istirahat sebanyak tiga kali lho. Dan setelah terlihat pucuk pohon tidak ada lagi, saya langsung semangat karena artinya puncak telah dekat.

Gunung Gede

Hutannya lebat

Gunung Gede

Ayo puncak sudah keliatan

Gunung Gede

Sudah sampai puncak tuh, horeee

Akhirnya sampai juga di Puncak Gunung Gede. Di atas cukup ramai oleh para pendaki. Dan yang membuat saya tercengang adalah di atas sana ada yang berjualan, ckckckck. Menurut beberapa orang nih, yang berjualan itu adalah para petani. Sewaktu hari sabtu dan minggu mereka akan naik ke atas untuk mencari rezeki. Wah subhanallah bayangkan teman-teman, orang-orang ini berjuang begitu beratnya untuk mencari rezeki. Cape lho naik ke atas gunung. Akhirnya antara beda tipis dengan iba dan lapar, saya membeli cemilan berupa sukro yang harganya Rp. 5000,- untuk tiga bungkus sukro kecil. Mendadak ada ide nakal dari Fendy: “apa gw jualan sukro aja ya nanti kalo ke gunung lagi?”. Untuk tidak ada yang menanggapi Fendy waktu itu hehe.

Gunung Gede

Petani yang berjualan di puncak

Gunung Gede

Kawah Gunung Gede

Puncak Gunung gede itu ternyata sangat sempit. Tempatnya berupa kawah yang luas dan masih aktif. Beberapa kali kami mencium bau belerang karena terkena hembusan angin. Beberapa kali angin membawa kabut yang datang dan menampakkan keindahan Gunung Pangrango yang ada di sebelahnya. Ah sungguh indah ciptaan Tuhan, selalu terkagum dengan segala keindahan alam yang tersaji di dalamnya.

Gunung Gede

Suasana di atas puncak

Gunung Gede

Tim Elang

Gunung Gede

Gunung Pangrango terlihat dari Gunung Gede

Kami tidak ingin terlalu berlama-lama di puncak karena tidak mau terkena hujan lagi. Sekitar pukul 11.30 kami bergegas untuk melakukan perjalanan turun Via Cibodas.

Turun Melalui Cibodas

Belum ada setengah perjalanan turun, kami sudah mulai kehujanan. Kali ini tim kembali terbagi menjadi tiga lagi. Wahyu, Kamil dan Dwi sudah jalan lebih dahulu, mereka bertiga memang cepat kalau soal ngetrek. Kemudian tim kedua ada saya, Ka Yiyi dan Iqbal yang berjalan sesuai kemampuan, dan Tim ketiga ada Lita, Syam dan Fendy yang menyisir di belakang.

Gunung Gede

Setelah ini langsung turun hujan

Hujan saat itu sangat deras, terasa sekali butiran-butirannya jatuh membasahi jas hujan. Kaki mulai terasa sakit, rasanya mau copot. Saya mulai bertanya dimana Pos Kandang Badak karena rencananya kami akan shuttle dulu di sana untuk memasak makan siang.

Sekitar pukul 2 siang akhirnya tim kedua dan ketiga tiba di Kandang Badak. Tim pertama sudah mulai memasak nasi liwet untuk kami makan bersama. Teman-teman kemudian membangun bivak dari fly sheet yang dibawa oleh Syam dan Fendy. Di bawah bivak ini kami memasak susu jahe, mi instant rebus, sarden, dan nasi liwet. Mau tau airnya dari mana? Kami memasak dari air hujan yang ditampung di atas bivak, beuhhh seru abisss, ini pengalaman pertama saya memasak dengan air hujan.

Kandang Badak

Tenda pendaki di Pos Kandang Badak

Tak berapa lama masakan kami sudah matang, saatnya untuk menata di sebuah plastic hitam yang sudah disediakan. Maklum di sini tak ada daun pisang sebagai wadah untuk makan bersama. So tak ada daun pisang, plastikpun jadi. Mari makan.

Kandang Badak

Teman-teman sedang memasak di antara hujan

Kandang Badak

Kamil dan Dwi menata makanan

Kandang Badak

Mari makaaan

Sepertinya tak ada yang tidak kedinginan saat itu. Semua pendaki kedinginan karena hujan masih saja turun dengan lebat. Area Kandang Badak merupakan area kamping sebelum akhirnya para pendaki melakukan summit ke puncak gunung. Biasanya mereka akan meninggalkan carrier di tenda untuk kemudian melakukan summit ke puncak. Itu kalau kita mau sumit dari jalur Cibodas ya. O iya jangan khawatir, di sini juga ada yang jualan, so tak usah khawatir soal logistic, yang penting bawa uang saja untuk beli makan.

Selesai makan siang, kami langsung bergegas membereskan semuanya. Cuaca sudah mulai gelap dan tas mulai berat karena terlalu basah. Head lamp sudah saya pasang di atas dahi untuk memudahkan perjalanan. Saya kebagian membawa sampah, sampahnya semakin berat tapi lebih berat lagi teman-teman yang membawa tenda. Okay semua sudah siap waktunya melanjutkan perjalanan.

Saya sudah tidak sempat mengabadikan setiap detail perjalanan karena hujan cukup lebat yang membuat saya tidak memungkinkan mengeluarkan kamera. Perjalanan terus menurun melewati jalan berbatu. Pos Kandang Batu sudah lewat, begitu juga dengan air terjun yang mungkin kalau dilihat pada siang hari akan terasa indah. Kemudian kami tiba di jalur air panas. Hati-hati ya melewati jalur ini karena batu-batunya licin, dan airnya cukup panas. Lewatlah secara bergantian agar tidak tergelincir. Saya sempat kepeleset lho tapi Alhamdulillah bisa menyeimbangkan diri.

Air Panas

Jalur air panas, foto pinjem dari http://www.emerald-holiday.com/

Perjalanan berlanjut, tim pertama sudah jalan lebih dahulu. Saya dan Ka Yiyi lagi-lagi tinggal berdua saja, sementara tim ketiga masih di belakang. Kaki sudah mulai tidak kuat, berkali-kali saya minta istirahat kepada Ka Yiyi. Sepertinya saya sudah kelelahan sampai tim ketiga berhasil menyalip kami.

Di pos dua kami beristirahat untuk melakukan shalat. Saya dan teman-teman shalat di antara hujan. Dingin mulai merasuk dan terdengar suara teriakan seorang pendaki yang kakinya tertusuk paku. Wah tak usah ditanya bagaimana sakitnya, yang pasti dia menjerit. Teman-teman timnya langsung menolong sementara kami hanya melihat karena memang tak tau harus berbuat apa.

Tidak ingin berlama-lama, akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Syam, Fendy dan Lita sudah lebih cepat. Saya meminta mereka untuk lebih dulu saja karena saya tak kuat jika berjalan terlalu cepat. Saya tidak terlalu banyak mengingat, yang pasti sekali lagi saya dihadapkan pada pilihan: mau kedinginan terus kena hipo atau jalan terus biar cepet sampai base camp?

Sumpah deh, ini merupakan hiking terburuk saya nih. Bayangin harus ngetrek disaat hujan turun dari siang sampai malam tanpa berhenti. Sudah gitu jalannya terus naik atau turun tanpa bonus. Saya terus berdoa agar terus dikuatkan dan disadarkan karena saya sudah merasa ngantuk. Itu tanda tubuh sudah merasa lelah, bahaya kan kalau saya ketiduran di tengah jalan pada saat hujan lebat dan malam hari pula.

Akhirnya setelah beberapa lama, saya dan Ka Yiyi tiba juga di pos pemeriksaan simaksi yang ada di belakang Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Di sini kami diperiksa berkas-berkas membawa sampah beserta sampahnya. Tim pertama pasti sudah sampai, dan timnya Syam sudah lebih dulu jalan. Hanya tinggal saya, Ka Yiyi dan Fendy yang berjalan lunglai.

Ka Yiyi mengatakan untuk melanjutkan perjalanan ke arah base camp supaya cepat bisa beristirahat. Akhirnya karena tak ada pilihan lain, saya langsung mengikuti Ka Yiyi dan Fendy berjalan di belakang.

Base camp sudah terlihat di depan mata, kami bergegas mengganti baju dan bertemu Tim Elang lainnya yang sudah beristirahat lebih dulu. Alhamdulillah bisa sampai base camp dengan selamat tanpa kekurangan satu apapun. Ada satu pelajaran yang saya ambil dari sini: jangan melakukan pendakian pada saat musim hujan, kalau kuat silahkan lakukan, tapi kalau tidak kuat mending gak usah sama sekali. Pendakian pada saat musim hujan itu berat, lebih berat 2x lipat daripada musim kering. Kita harus siap menghadapi dingin dan harus lebih cepat melangkah agar tidak terlalu berlama-lama di jalan. Yang pasti kalau mendaki di musim hujan kita harus siap menghadapi yang namanya suhu dingin, pakaian basah,serta trek yang harus dilalui.

Nah, teman-teman sekian cerita dari Tim Elang saat ini. Rencananya kami mau berpetualang lagi tapi tidak ke gunung dulu. Katanya sih mau camping di pantai, ganti suasana. Kita lihat saja nanti jadi atau tidaknya. Terimakasih sudah membaca petualangan kami. Sampai jumpa lagi.

Catatan:

  • Jalur via Cibodas panjangnya sekitar 10,5 km. Sepertinya lebih save jika mau ke Gunung Gede melalui jalur ini, apalagi jalur di Cibodas terdapat pemandangan indah seperti air panas, air terjun, pesona tumbuhan dan bunga terompet.
  • Di jalur Cibodas juga terdapat pedagang yang ada di pos Kandang Badak dan pos satu.
  • Sama seperti Jalur Gunung Putri, kalau melalui jalur ini hati-hati ya, kita harus banyak berdoa. Boleh percaya boleh tidak nih, teman saya, Wahyu dan Dwi mendapat suara seperti wanita tertawa ketika melalui jalur jembatan panjang di jalur Cibodas. Katanya sih memang suka ada gangguan. Alhamdulillah pas saya lewat tidak apa-apa, atau mungkin karena sudah terlalu lelah jadi tidak merasakan hal-hal aneh ya.
  • Sesampainya di base camp segera mengganti pakaian yang basah dan berikan tubuh makanan hangat serta minuman manis. Saya menghabiskan dua gelas air teh manis lho.

44 Comments

  1. Wenawey

    Reply

    Waaw pengalaman yg seru yaa ev… hehehee maaf aku turun duluan krn aku tahu kelemahan diri sendiri, ngga tahan hujan takut hampir hipo ky dulu di rakum… next aku bayar hutang puncak gede ke tim elang yaah ?

  2. Reply

    He.eh mbk. Kayaknya ini di gunung gede tantangan banget hikingnya. Apalagi klo ujan pas spatu jga ikuta basah rasanya ga enak mbk.
    Tapi syukurlah mbak.e bsa lalui petualangan hikingnya denga slmaatt heee

  3. Lusi

    Reply

    Subhanallah. Energi kalian memang jempolan. Aku terpana bacanya sampai nggak nglewatin satu katapun. Sekarang musim penghujan, ke laut dulu aja deh, ngeri bayangin kondisi gunung.

  4. muhammad mukhlis

    Reply

    saat melihat susana beginian teringat suasana saat saat di takengon mbak 🙂 rindu masa lalu 🙂

  5. Inggit e

    Reply

    Masih bermimpi untuk bisa mendaki gunung ini. Ngomong2 emang ada yg jualan nasi uduk ya di alun2 surya kencana?

    Salam kenal 🙂

  6. Nindya Prayastika

    Reply

    Uwaaahh ngaprak! Kok tiba-tiba jadi pengen ngeliwet trus makan diatas daun pisang rame-rame yah *salah fokus*

  7. hendri hendriyana

    Reply

    saya mah kalo berpetualang gitu suka cangkeul tonggong teh soalnya kan bawaan dalam tas berat banget, kebiasaan saya kalo naik gunung suka bawa kiloan beras nih teh, maklum lah saya mah dari kampung apa aja dibawa kan..heuheu
    salut buat teth evrina yang sanggup menaklukkan gunung gede 🙂

  8. Irwin Andriyanto

    Reply

    Sumpah sempet kaget liat yang jual po* Mi* dipuncak … Btw View nya bagus,, kalo boleh tahu pake kamerah hp atau digital yah atau jangan2 pake DSLR ….

  9. Reply

    Hore! Akhirnya bisa baca juga sampai abis. Petualangannya seru, mbak Evrina! Foto-fotonya juga asyik banget nih. Syukurlah perjalananannya berlangsung dengan lancar ya. Salut sama mbak & tim! Abis baca tulisan mbak jadi pensaran, kepengen ikutan ah suatu saat nanti (entah kapan, hehe) tapi mesti kuatin mental sama fisik dulu. Makasih ya mbak buat ceritanya yang inspiratif.

    Wah, ditunggu tuh cerita mbak Evrina camping di pantainya. Semoga jadi 😀

Leave a Reply to Rohmah Azza Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *