Akhirnya ke Sabang Juga!

sabang

Mimpi untuk pergi ke salah satu ujung Indonesia akhirnya terwujud juga. Apalagi untuk mewujudkannya harus punya nyali karena saya harus pergi sendiri. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa saja, tapi tidak buat saya sehingga ketika kesempatan itu datang, saya langsung menyambutnya dengan gembira. Akhirnya saya bisa ke Sabang juga!.

Perjalan saya ke Sabang kali ini berkat dukungan dari Cheria Halal Holiday. Sebenarnya untuk ke Sabang, saya tidak perlu sendirian. Namun karena ada satu keperluan, saya baru bisa berangkat di hari kedua menyusul teman-teman yang sudah lebih dulu berangkat. Tetapi karena judulnya berangkat sendirian, jadi lebih terasa aroma petualangannya, apalagi buat saya yang baru pertama kali menginjakkan kaki ke Aceh. Berikut adalah cerita lebih lengkapnya ya.

Dari Halim Menuju Banda Aceh

Tim Cheria Halal Holiday membebaskan saya ketika memilih penerbangan sendiri ke Aceh untuk memudahkan proses. Saya berangkat di hari kedua pelaksanaan tur menuju Aceh sementara teman-teman sudah lebih dulu tiba di sana sehari sebelumnya.

Penerbangan yang saya pilih pagi sekali agar saya dapat cepat bergabung dengan teman-teman di Sabang, Pulau Weh. Saya memilih penerbangan dari Halim Perdanakusumah karena selain lebih dekat, maskapai yang terbang lebih pagi juga berangkatnya dari sana.

sabang

Akhirnya, Aceh sudah terlihat

Singkat waktu, setelah kurang lebih 2.5 jam berada di pesawat, akhirnya saya tiba juga di Banda Aceh. Saya melanjutkan perjalanan dari Banda Aceh menuju pelabuhan Ulee Lheue untuk menyebrang ke Pulau Weh menuju Sabang. Tidak perlu khawatir mengenai kendaraan di sana, karena banyak kendaraan semacam taksi yang sudah menunggu dan menawarkan jasanya untuk mengantar. Saya menggunakan taksi menuju pelabuhan hanya dengan membayar Rp. 140.000 saja, taksi tersebut tidak menggunakan argo meter.

sabang

Tiba di Bandara Aceh

Saat itu suasana di Aceh cukup mendung, berdasarkan penuturan dari pak sopir, pagi hari sekali Aceh baru saja hujan gerimis. Seperti kebanyakan daerah yang jauh dari ibu kota, suasana Aceh sangat nyaman karena tidak terlalu ramai sehingga tidak ada yang namanya macet di jalan.

Sepanjang perjalanan, pak sopir bercerita mengenai kejadian tsunami beberapa tahun silam. Berdasarkan cerita pak sopir, bangunan yang ada di kiri-kanan jalan menuju pelabuhan merupakan bangunan baru karena saat tsunami semua bangunan hampir rata dengan tanah. Kemudian saya diperlihatkan bangunan rusak yang sengaja dibiarkan pertanda bekas tsunami beberapa tahun silam.

sabang

Aceh yang damai

sabang

Pulau Sabang sudah terlihat

Sambil mendengarkan cerita, saya mengabadikan moment di sekitar jalan. Saya terkagum dengan sosok bukit yang menjulang di kiri jalan. Menurut pak sopir itu adalah Bukit Barisan yang membentang di pulau Sumatera. Akhirnya saya dapat melihat Bukit Barisan juga, karena selama ini hanya menikmati di peta Indonesia saja.

Tanpa sadar, ternyata saya sudah sampai di pelabuhan. Pak supir membantu saya menuju loket pembelian tiket untuk menyebrang ke Pulau Weh. Dari sana, saya akan berjalan sendiri menuju Sabang.

Dari Pelabuhan Ulee Lheue Menuju Pelabuhan Balohan Sabang

Kapal yang membawa saya menyebrang menuju Pulau Weh adalah Kapal Express Bahari dengan jadwal keberangkatan pukul 10.00 wib. Kapal tersebut akan membawa penumpang menyebrang dalam waktu tempuh 45 menit saja. Ternyata jadwal keberangkatannya sangat terbatas lho, kapal tersebut hanya melayani 2-3 kali jadwal penyebrangan saja setiap harinya. Sehingga supaya tidak ketinggalan, penumpang harus on time datang ke Pelabuhan Ulee Lheue sebelum pukul 10.00 wib.

sabang

Jadwal keberangkatan Kapal Express Bahari

Kapal Express Bahari menawarkan dua kelas untuk dapat dipilih oleh penumpang yaitu kelas VIP dan Executive. Kemarin saya memilih kelas VIP dengan nomor sesuai yang saya pilih. Namun ternyata menurut penumpang yang sering hilir mudik menggunakan kapal, nomor kursi tidak menjadi patokan. Penumpang dapat bebas duduk tidak harus sesuai nomor. Pantas saja ada bapak-bapak yang bingung waktu saya meminta kursi sesuai nomor yang tertera pada tiket saat saya sudah ada di dalam kapal.

sabang

Sayangnya meski VIP, ruangan di dalam kapal sangat dingin berkat AC yang dihidupkan. Saya sampai mengeluarkan jaket agar tidak kedinginan. Dan ketika Kapal Express Bahari mulai meningkatkan pelabuhan, saya langsung mengabadikan suasana di sekitar.

sabang

Akhirnya Nol Kilometer Indonesia  

Setelah 45 menit menempuh perjalanan dari Ulee Lheue, Kapal Express Bahari akhirnya berhasil membawa kami tiba di Pelabuhan Balohan, Sabang. Saat keluar kapal, saya sudah mencium aroma kesejukan di Sabang, apalagi angin laut terasa sekali semilirnya saat itu.

sabang

Setelah keluar dari pelabuhan, saya langsung mencari kendaraan yang dapat mengantar saya ke Nol Kilometer Indonesia, yang menjadi meeting point untuk bertemu dengan teman-teman. Jangan khawatir juga dengan ada tidaknya kendaraan di sini karena sudah ada jasa ojeg maupun mobil yang menawarkan.

Saya memilih naik ojeg saja agar lebih cepat sampai. Tetapi jangan kaget apabila harganya mahal, selain karena Sabang merupakan tempat wisata, kendaraan di sana juga agak langka, sehingga jadi sedikit mahal ongkosnya. Untuk menempuh jarak 38 km menuju Nol Kilometer dengan ojeg, saya cukup membayar Rp. 100.000 saja dan saya rasa hal tersebut sebanding dengan jarak tempuh yang cukup jauh.

Bapak ojeg yang mengantar saya ke Nol Kilometer Indonesia ini sebenarnya sudah cukup tua tetapi masih piawai mengendai motor dengan kondisi jalan yang berkelok-kelok. Apalagi dia tidak menggunakan helm sama sekali ketika menjelajah jalanan sepanjang 38 km. Terus terang saja saya agak takut karena tidak menggunakan helm, apalagi si bapak membawanya sambil agak ngebut. Sesekali saya memintanya untuk menurunkan kecepatan, tapi menurut si bapak kalau terlalu lambat akan lama nanti sampainya.

sabang

Untuk menghilangkan ketakutan, saya berusaha menikmati pemandangan di sekitar Sabang saja. Di sisi kanan dan kiri jalan terlihat masih sangat asri berkat pepohonan hijau yang tumbuh di bukit-bukit. Sesekali perjalanan kami juga melambat karena terhalang oleh hewan ternak yang lewat di pinggir jalan. Rumah penduduk di sana terlihat tidak banyak dengan jarak antar rumah yang cukup jauh menurut saya.

Akhirnya setelah naik motor selama kurang lebih satu jam, saya tiba juga di titik Nol Kilometer Indonesia. Terlihat suasana di sana cukup ramai oleh pengunjung. Saya langsung menuju teman-teman yang sudah menunggu di Nol Kilometer Indonesia untuk bersua dan berfoto bersama.

Saya tidak terlalu lama berada di sana karena harus melanjutkan perjalanan kembali menuju destinasi lainnya. Bagi saya yang penting sudah sampai dan mengabadikan diri di Nol Kilometer Indonesia, jadi walaupun hanya sebentar saja tidak mengapa. Akhirnya saya bisa ke Sabang juga, cerita selanjutnya akan saya posting pada tulisan berbeda ya.

12 Comments

  1. Reply

    aku nyeseeeel banget, 18 thn tinggal di aceh, tp kok ya ga pernah ke sabang… dulu mash blm suka traveling mba… maunya lbh seneng di rumah.. padahl aceh itu cakep2 banget kota2nya, bukan cuma sabang, tp Takengon, Meulaboh… pas agustus kemarin ke aceh jg ga sempet ke sabang, krn waktu mepet.. Suatu saat harus bisalah kesana 🙂

    • evventure

      Reply

      ayo mbak, cobain ke sabang deh, udah deket banget dari aceh, suka sama tempatnya, masih asri banget

  2. Hendra Suhendra

    Reply

    Hmmmmm, petualang sejati, serba sendiri berani ke Aceh, apalagi ini pengalaman pertama ke Aceh, mantap nian. Di Sabang mah kagak pada pake helm ya mba, nekat nian. Fotonya kurang banyak, hehehe… Mantap. Ditunggu ulasan berikutnya mba.

  3. Pingback: Satu Hari di Pulau Weh, Bisa ke Mana Saja? – evventure

  4. Pingback: Setengah Hari Wisata Religi di Aceh – evventure

Leave a Reply to Hendra Suhendra Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *